Persoona.id – Ketua Komisi I DPRD Provinsi Jawa Barat, Rahmat Hidayat Djati, menyoroti dinamika wacana pemekaran wilayah yang belakangan mencuat kembali ke permukaan publik. Ia meminta agar semua pihak, khususnya pemerintah provinsi dan pemangku kepentingan, menyikapi isu tersebut secara bijaksana dan terbuka terhadap aspirasi masyarakat.

Menurutnya, aspirasi pemekaran baik di tingkat provinsi, kabupaten/kota, maupun desa/kelurahan, bukan hal yang bisa serta-merta dianggap hoaks atau disangsikan kebenarannya.

Baca juga : Pimpinan Komisi V Kaget soal Rencana Kenaikan Tarif Ojol: DPR Belum Pernah Diajak Komunikasi

“Seharusnya rencana pemekaran ini tidak divonis sebagai berita bohong atau hoaks oleh Kepala Bappeda Jabar. Justru sebaliknya, akan lebih baik jika hal tersebut ditampung, dipetakan, dan dikaji secara akademik,” tegas Rahmat dalam keterangannya, Selasa (1/7/2025).

Ia menambahkan, dinamika pembangunan dan demokrasi harus dikelola dengan tetap mengedepankan prinsip pelayanan publik dan perlindungan masyarakat. Termasuk dalam hal ini adalah evaluasi perizinan di sektor-sektor strategis seperti industri, keuangan, properti, pertambangan, pariwisata, dan investasi.

“Evaluasi dan monitoring serta pengawasan pembangunan menjelang penetapan APBD Perubahan 2025 hendaknya dijadikan bahan pelajaran untuk memperbaiki arah pembangunan ke depan,” ujarnya.

Rahmat juga menyoroti pentingnya menjadikan segala bentuk dinamika pembangunan sebagai “keramaian produktif”, bukan hanya sensasi media semata. Ia menekankan bahwa keriuhan yang muncul selama tujuh bulan perjalanan pembangunan di tahun ini harus dimaknai secara konstruktif.

Baca juga : PKB Soroti Putusan MK soal Pemilu: Dinilai Lampaui Konstitusi

“Keriuhan dalam aplikasi pembangunan ini seharusnya menjadi ruang yang produktif bagi kemajuan daerah, bukan sekadar jadi konten viral atau noise politik,” tutupnya.

Komisi I DPRD Jabar berkomitmen untuk terus memfasilitasi aspirasi masyarakat yang berkaitan dengan tata kelola wilayah dan pelayanan publik. Termasuk di dalamnya aspirasi terkait pemekaran wilayah yang dinilai dapat mempercepat pelayanan dan pemerataan pembangunan.(*)

Persoona.id – Komisi I DPRD Provinsi Jawa Barat saat ini tengah menelaah sejumlah usulan pemekaran wilayah dalam bentuk pembentukan provinsi baru. Sedikitnya lima wacana provinsi telah diajukan oleh tokoh masyarakat dari berbagai forum daerah. Namun dari keseluruhan wacana tersebut, baru satu yang secara administratif telah diserahkan kepada Pemerintah Provinsi Jawa Barat, yakni usulan pembentukan Cirebon Timur.

Ketua Komisi I DPRD Jabar dari Fraksi PKB, Rahmat Hidayat Djati, mengungkapkan bahwa selama ini perhatian publik hanya terfokus pada Provinsi Cirebon Raya, padahal terdapat lima rencana provinsi baru lain yang telah lama diusulkan oleh masyarakat dan aktivis daerah.

Baca juga : Kabid Budaya Disparbud Karawang Sosialisasikan SAGAWANG di SD Pisang Sambo

“Ini bukan usulan baru, melainkan aspirasi lama dari forum-forum tokoh masyarakat dan aktivis. Hanya saja, selama ini tidak terpublikasi secara luas,” kata Rahmat dalam keterangannya, Sabtu (21/6/2025).

Lima wacana provinsi baru yang tengah dibicarakan di Komisi I antara lain:

Provinsi Sunda Galuh – mencakup Kabupaten Tasikmalaya, Kota Tasikmalaya, Kabupaten Garut, Kabupaten Ciamis, Kota Banjar, dan Kabupaten Pangandaran.

Provinsi Sunda Priangan – meliputi wilayah Bandung Raya, yaitu Kota Bandung, Kabupaten Bandung, Kabupaten Bandung Barat, Kabupaten Sumedang, dan Kota Cimahi.

Provinsi Sunda Pakuan – terdiri dari Kabupaten Bogor, Kota Bogor, Kota Depok, Kabupaten Sukabumi, Kota Sukabumi, dan Kabupaten Cianjur.

Provinsi Sunda Taruma atau Bagasasi – meliputi Kabupaten Purwakarta, Subang, Karawang, Kabupaten Bekasi, dan Kota Bekasi.

Provinsi Sunda Caruban – mencakup Kabupaten Kuningan, Kabupaten Cirebon, Kota Cirebon, Kabupaten Indramayu, dan Kabupaten Majalengka.

Menurut Rahmat, langkah awal dari proses pembentukan provinsi baru adalah keseriusan dari pemerintah daerah pengusul, termasuk pengajuan surat resmi serta dukungan dari DPRD masing-masing daerah.

Hal senada disampaikan oleh Anggota Komisi I DPRD Jabar, Tedy Rusmawan, yang menegaskan bahwa hingga kini belum ada satu pun surat permohonan resmi yang masuk ke Komisi I terkait usulan tersebut.

“Proses pengajuan dimulai dari pemerintah kota atau kabupaten, disertai dukungan dari DPRD-nya masing-masing, serta permohonan resmi dari masyarakat melalui lembaga yang kredibel,” kata Tedy.

Baca juga : Ketua Komisi I DPRD Jabar Sosialisasikan Perda Kepemudaan dan Dorong Peran Aktif Pemuda Karawang

Ia juga menyoroti contoh aspirasi dari Kota Cimahi, yang berencana memperluas wilayah administratifnya dengan mengambil sebagian dari Kota Bandung, Kabupaten Bandung, dan Bandung Barat. Namun, menurutnya, wacana itu pun belum disertai dokumen resmi.

“Hingga hari ini, aspirasi itu hanya disampaikan secara lisan. Belum ada dokumen resmi yang masuk ke kami,” ujarnya.

Komisi I menekankan bahwa semua aspirasi masyarakat tetap dihargai, namun perlu diformalkan dalam bentuk prosedur hukum dan administrasi yang lengkap untuk dapat dibahas lebih lanjut di tingkat provinsi maupun pusat.(*)

Persoona.id – Polemik pembentukan daerah otonomi baru (DOB) kembali mencuat. Forum Koordinasi Nasional Percepatan Pembentukan Daerah Otonomi Baru (Forkonas PP DOB) menilai wacana pemekaran wilayah sudah saatnya dibahas secara serius, mengingat moratorium pembentukan wilayah baru telah berlangsung hampir satu dekade.

Kami menilai sudah waktunya para pemangku kepentingan duduk bersama, termasuk mendengarkan masukan dari masyarakat sipil. Penutupan kran pemekaran wilayah tidak bijak di tengah masih timpangnya pelayanan publik dan akses pembangunan,” ujar Ketua Umum Forkonas PP DOB, Syaiful Huda, di Jakarta, Jumat (2/5/2025).

Baca Juga : Ketegangan Hercules vs Mardigu Dinilai Ganggu Stabilitas Politik Jabar

Ia mencontohkan desakan pemekaran seperti usulan pemecahan Jawa Tengah menjadi empat provinsi, Jawa Barat menjadi tiga provinsi, hingga pembentukan Daerah Istimewa Surakarta sebagai cerminan dinamika masyarakat yang memiliki dasar objektif.

Menurutnya, pemerintah selama ini cenderung menutup ruang dialog. Alasan klasik seperti DOB menjadi beban APBN, pemicu konflik politik, atau sekadar ambisi elite, kerap digunakan untuk menolak pemekaran.

“Padahal di lapangan ada kondisi nyata yang menuntut pemekaran. Seperti Jawa Barat, dengan penduduk terbesar di Indonesia, hanya memiliki 29 kabupaten/kota. Kabupaten Bogor bahkan menjadi yang terpadat, namun usulan pemekaran Bogor Barat tak kunjung ditindaklanjuti,” ungkap Wakil Ketua Komisi V DPR RI itu.

Huda mengakui tidak semua DOB berhasil, namun kegagalan sebagian wilayah tidak bisa dijadikan alasan menutup semua peluang pemekaran.

Baca Juga : Ketua Komisi I Soroti Seleksi JPT Pemprov Jabar, Tekankan Merit System dan Kompetensi

“Jika ada kendala, ya dievaluasi. Tapi bukan berarti seluruh proses harus dimatikan lewat moratorium,” tegasnya.

Forkonas, kata Huda, siap menerima jika pemerintah menetapkan syarat ketat bagi DOB, asalkan dilakukan secara adil dan transparan.

“Pemekaran bukan soal membangun kantor megah, tapi mendekatkan layanan publik. Apalagi Asta Cita Presiden Prabowo menekankan pentingnya pemerataan pembangunan dari daerah,” pungkasnya.(*)