
Persoona.id – Di tengah hiruk-pikuk Kota Karawang, berdiri sebuah tempat ibadah tua yang sarat sejarah dan makna budaya — Kelenteng Sian Jin Ku Po, yang terletak di Jl. Muhammad Toha No.9, Tanjungmekar, Karawang Barat. Berdasarkan penuturan para sesepuh, kelenteng ini telah eksis sejak abad ke-17, menjadikannya salah satu bangunan ibadah tertua di kawasan tersebut, bahkan dikenal hingga ke luar daerah Karawang.
Baca juga : Layar Tatar Pasundan Hadirkan Film Komunitas di Karawang
Nama “Sian Jin Ku Po” berasal dari sosok spiritual Mak Ku Po, yang dalam tradisi Tionghoa Indonesia berarti “nenek suci”. Mak Ku Po dikenal sebagai perempuan berhati mulia yang gemar menolong sesama semasa hidupnya di Tiongkok. Setelah wafat, abunya dibawa oleh tiga marga Tionghoa: Lauw, Tjiong, dan Khouw, yang merantau dari wilayah Sungai Huang Ho. Mereka melintasi samudra, menepi di muara Cabangbungin (kini masuk wilayah Bekasi), lalu menyusuri Sungai Citarum hingga mencapai pertemuan Sungai Cibeet dan Citarum — tempat mereka akhirnya menetap dan membangun kelenteng.
Kelenteng ini mengalami sejumlah pemugaran. Renovasi besar kedua dilakukan pada 1791, di mana arah pintu diubah dari barat ke timur sesuai petunjuk hong sui (feng shui). Tahun 1830, altar utama dipindahkan sekitar 100 meter. Renovasi besar berikutnya dilakukan antara 1863–1865, menghasilkan bangunan permanen dari batu bata. Terakhir, pada tahun 1985, dilakukan pemugaran modern yang masih berdiri hingga kini. Segala aktivitas kelenteng kini dikelola oleh Yayasan Sian Djin Ku Poh.
Bangunan ini memiliki sembilan altar utama. Altar pertama memuliakan Tuhan Yang Maha Esa, yang dikenal dalam berbagai istilah seperti Sang Hyang Adi Buddha, Thian Kung, atau Shang Di. Altar kedua adalah Sam Kwan Tay Tee, pemujaan kepada tiga penguasa alam: langit, bumi, dan air. Altar ketiga, Mun Sen, menampilkan sepasang malaikat penjaga pintu, lazim dilukis di daun pintu kelenteng.

Masuk lebih dalam, pengunjung akan tiba di altar utama: Sian Djin Ku Poh, dewa pelindung yang diyakini sebagai penjaga para perantau dari Provinsi Kwang Tung dan Fu Kian. Di altar ini terdapat tiga hiolo, salah satunya terbuat dari batu hitam berusia ratusan tahun. Altar kelima, To Tie Kong atau Tu Tie Pa Kung, menggambarkan dewa tua berjanggut putih bersama harimau penjaga. Altar ini diyakini mampu menangkal roh jahat.
Di sisi kanan ruang utama, terdapat altar Sakyamuni Buddha (Se Jia Mou Ni Fo). Di bagian belakang kelenteng berdiri altar Si Im Po Sat, Dewi Welas Asih yang populer di kalangan penganut Taoisme dan umat Buddha Asia Tenggara. Altar Liung Shen Pa Kung dan Lei Shen mewakili kekuatan alam, pengatur hujan dan halilintar. Altar terakhir, Fu De Zheng Shen, merupakan simbol kemakmuran dan kesejahteraan, sering diasosiasikan dengan dewa bumi.
Baca juga : Perayaan Kirab Cap Go Meh 2576/2025 di Kabupaten Karawang Berlangsung Meriah
Kelenteng Sian Jin Ku Po bukan sekadar tempat ibadah, tapi juga situs sejarah yang mencerminkan jejak peradaban Tionghoa di tanah Jawa Barat. Ia menjadi saksi bisu perjalanan budaya, keyakinan, dan semangat gotong royong yang menyatukan masyarakat lintas etnis selama lebih dari tiga abad./mang kosim
Sumber : Obar Subarja ( Ketua TACB / Tim Ahli Cagar Budaya Kabupaten Karawang )