Duhai Kau yang mengerti bahasa diam
Maha Tahu dari segala yang tahu
Yang hafal samudera kedalaman jiwa
Tiada rahasia yang menjadi rahasiaMu

Di lengkung batas cakrawala
Dan di cakrawala yang tanpa batas
Semoga dengan kekuasaanMu
Tuhanku

Kau sentuh hatinya dengan cinta
Cinta yang membimbingnya
Ke pelukanku.

: Abah Sarjang

Tembang-tembang cinta
Dari palung jiwa terdalam
Berkumandang
Sambut semburat pelangi pagi

Rasakanlah kehangatan
Basuhi tubuhmu
Baluri sgala sendi dengan senyum wangi surgawi
Oo damailah jiwa
Oo damailah jiwa

Alangkah indah bila kita
Tebarkan kasih pada semesta
Alangkah berarti saat diri
Jadi bagian alam raya ini

Mari bersama kita gali sumur nurani
Agar kebeningan
Terasa sejuknya terasa sejuknya
Genggam berpegangan tangan
Saling menjaga saling berbagi
Hidup berdampingan,
Damai meraja damai meraja…

: Abah Sarjang

Tuhan
Aku datang berselendang kabut malam
yang berat mengangkut ribuan ton kekecewaan
makhluk-makhluk tersisih mati kehabisan nafas,
dan kelaparan di negri hijau berbunga.
Izinkan ku bersimpuh
pada sajadah kusut masai yang legam dinoda dendam,
cemburu karena laut tak lagi bening,
ikan-ikan berenang di limbah jelaga
dan anak-anak camar mati sebelum bisa terbang.

Tuhan
Serigala tak lagi berbulu domba
Setelan jas dan dasi kemewahan menghiasi penyamarannya
Senyum ramah, mata haus darah, lidah menjulur, liur menetes,
menerkam mencabik nasib sikecil nyinyir
yang terlanjur hidup di dogma ragu dan sangsi
Sang serigala tak lagi berbulu domba,
taringnya disembunyikan dalam kata- kata manis muluk,
dilumuri madu perdamaian dan kecerahan masa depan.
“Dari rakyat”
(kuperas habis keringat, darah dan akal budi demi kepentinganku)
“Oleh rakyat”
(derajatku ditinggikan, kedudukanku dinobatkan)
“Untuk rakyat”
(segala tulang belulang, sampah,
limbah dan sisa-sisa berbau busuk penuh racun)
Dan srigala berpesta pora gegap gempita

Dan makhluk tersisih mengais sisa-sisa demi lapar yang kian meraja
Bumi tak lagi bersemi, bunga-bunga ragu mekar
Ilalang kecewa dan mati kekeringan
Langit tak lagi berbintang, mega-mega lupa hujan
Bintang-bintang temaram dan semakin temaram

Tuhan
Jalan-jalan beraspal dan jembatan beton dibangun lintang melintang
Kendaraan sesak antri kemasing-masing tujuan
Namun jalan ketempat-Mu begitu lenggang hanya beberapa musyafir
sunyi yang kesepian dan lelah dalam hidup
Ada juga mereka yang berkendaraan atas namaMu, namun kulihat hanya
mengejar kursi empuk di atas bara api

Tuhan
Tampuk kepemimpinan bukan lagi tampuk beban tanggungjawab
bagi kemakmuran rakyat
Kepemimpinan adalah mesin pencetak uang bagi kemakmuran sendiri
Kaum muda dijejali idola-idola gamang
dan tercetak budaya yang bukan budayanya
Yang perempuan kehilangan rasa ibu di hatinya rela telanjang pamer
badan tanpa harus malu demi mode jaman…….

Tuhan
Kubawa keluh kesah ini padamu
Karena yang bertelinga telah kehilangan pendengarannya.

VERSI LAGU

Tuhan aku datang
Berselendang kabut malam
Yang berat mengangkut ribuan ton kekecewaan

Mahluk-mahluk tersisih,
Mati kehabisan nafas dan kelaparan di negeri,
hijau berbunga

Tuhanku, ya robbi, tempatku, bersujud
Tuhanku, ya robbi, arahku, bermaksud

Terimalah doa kami, ya robbi
Terimalah sembah sujud kami

Terimalah doa kami, ya robbi
Terimalah keluh kesah kami

Bumi tak lagi bersemi
Bunga-bunga ragu mekar
Ilalang kecewa dan mati
Mati kekeringan

Langit tak lagi berbintang
Mega-mega lupa hujan
Bintang-bintang temaram
Dan semakin temaram.

: Abah Sarjang

Ada sembilu
Menoreh sumsum tulang punggung
Saat nafas perpisahan
Meretak di ujung lidah

Lambaianmu lebih tipis dari angin
Yang menancap di ruas-ruas tulang
Pipimu dingin dan beku
Gigilnya meremas urat

Tiba-tiba langit menyempit
Udara berubah padat
Airmata dan rintihan
Menancap tepat di pusat jantung

Kau melenggang tenang meniti tangga langit
Menyisakan aroma balsem
Dan gumam penghabisan
Hanya kelambu, Ma
Hanya kelambu.

: Abah Sarjang

Mencintaimu adalah
Belajar memahami ranting
Perlu sepasang sayap yang ringan
Untuk hinggap
Di rapuh cabang anganmu


Mengertimu adalah
Menusuk jantung dengan jarum
Merejam jiwa dengan kesabaran
Sebelum tersengat
Racun kekecewaan.

: Abah Sarjang

Karawang – Dalam sebuah momen yang penuh makna, Rahmat Hidayat Djati (RHD), Ketua DPC PKB Kabupaten Karawang, menerima sebuah lukisan realis dari seniman dan budayawan asal Karawang, Abah Sarjang. Lukisan tersebut menampilkan wajah RHD yang gagah, mengenakan setelan biru dan iket Sunda, serta menggambarkan penghargaan dan apresiasi dari Abah Sarjang terhadap kontribusi politik yang telah diberikan oleh RHD untuk daerahnya.

Abah Sarjang, yang dikenal sebagai tokoh seni dan budaya asal Desa Kedawung, Kecamatan Lemahabang, Kabupaten Karawang, menyampaikan bahwa lukisan tersebut adalah bentuk penghargaan atas peran besar yang dimainkan oleh RHD dalam kemajuan Karawang. “Lukisan ini sebagai bentuk apresiasi buat Kang RHD, beliau tokoh politik Karawang dan saya harap masih banyak hal yang bisa diperbuat oleh Kang RHD untuk Karawang ke depannya,” ujar Abah Sarjang pada Senin, 10 Januari 2022.

Menerima hadiah yang berharga ini, RHD mengungkapkan rasa terima kasihnya dan mengapresiasi keahlian Abah Sarjang dalam melukis. “Abah Sarjang mengirim puisi dan lukisan, saya tersanjung mengapresiasi kepada beliau, yang merupakan budayawan sekaligus seniman terkemuka di Karawang,” ungkap RHD. Ia juga memberikan pujian atas kemampuan Abah Sarjang dalam menangkap esensi dari fenomena sosial yang ada di sekitar, yang dituangkan melalui karya seni yang sangat jujur dan tanpa tendensi.

Selain dikenal sebagai pelukis, Abah Sarjang juga diakui sebagai budayawan yang memiliki kontribusi besar dalam dunia seni dan budaya Karawang. Beberapa tokoh terkenal lainnya, seperti Ketua DPRD Kabupaten Karawang Pendi Anwar, juga pernah dilukis oleh Abah Sarjang, yang memperlihatkan kemampuannya dalam mengabadikan wajah tokoh-tokoh penting di daerah tersebut.

Kisah tentang hadiah lukisan ini tidak hanya menunjukkan keindahan seni visual, tetapi juga menunjukkan betapa pentingnya seni sebagai media apresiasi, komunikasi, dan penghormatan terhadap kontribusi para tokoh yang berperan dalam masyarakat. Dengan karya-karya seperti ini, Abah Sarjang turut berperan dalam memajukan budaya dan seni di Karawang, serta menambah kekayaan sejarah seni daerah tersebut./qie

Untuk Ibu Hj. Suhati Binti Suhamin

Bila masih ada waktu
Beri aku waktu
Untuk bertemu

Bila masih ada saat
Walau hanya sesaat
Ku ingin memelukmu

Tumpahkan berat beban hidup
Karena hanya di pangkuanmu
Segala sesak dan luka
Menemu muara

Ibu aku merindu
Di batu nisanmu aku mengadu
Selaut sesal tenggelamkan rasa
Dihempas gelombang lara
Tak sempat mencintaimu semestinya

Tuhan
Lapangkan jalannya
Rengkuhlah ia naungi dalam kasihMu

Tuhan
Sayangi ia
Seperti ia menyayangiku
Di saat belia

: Abah Sarjang