Karawang – Bila kita melihat kembali jauh ke belakang, ke masa Kerajaan Tarumanegara hingga lahirnya Kabupaten Kara- wang, di Jawa Barat tidak henti-hentinya berlangsung suatu Pemerintahan yang teratur, namun dalam sistem pemerinta- han, pusat pemerintahan (Ibu Kota) dan pemegang kekuasaan mengalami perubahan dan pergantian serta perkembangan, seperti Kerajaan Tarumanegara (357-618 Masehi), dan Kerajaan Sunda (awal abad ke-8 – akhir abad ke-16 Masehi), termasuk Kerajaan Galuh, yang mem- isahkan diri dan Kerajaan Tarumanegara ataupun Kerajaan Sunda pada tahun 671 Masehi, Kerajaan Sumedanglarang (1580-1608 Masehi), Kesultanan Cirebon (1482 Masehi) dan juga pada masa Kesultanan Banten (abad 15 -19 Masehi).

Sekitar abad ke-15 Masehi, agama Islam telah masuk ke Karawang yang dibawa oleh Ulama Besar Syeikh Ha- sanudin bin Yusuf Idofi dari Champa yang terkenal dengan sebutan Syeikh Quro, sebab disamping ilmunya yang sangat tinggi, Syeikh Quro merupakan seorang hafidz Al-Qur’an yang bersuara merdu.

Kemudian ajaran agama Islam yang beliau syiarkan, dilanjutkan penyebarannya oleh Wali yang dikenal dengan Wali Sanga.

Pada masa itu daerah Karawang sebagian besar masih merupakan hutan belantara serta daerah yang dikeliingi oleh rawa rawa. Hal ini yang menjadikan dasar pemberian nama Karawang, yang berasal dan Bahasa Sunda yaitu Ka-rawa- an yang memiliki arti tempat atau daerah yang berawa-rawa. Bukti lain yang dapat memperkuat pendapat tersebut ada- lah, selain daerah rawa-rawa yang masih ada hingga saat ini, banyak juga tempat di daerah Karawang ini yang pena- maannya diawali dengan kata “rawa”. Seperti Rawasari, Rawagede, Rawamerta, Rawagempol, Rawagabus, Rawasikut, dan lain-lain.

Keberadaan daerah Karawang, telah dikenal sejak masa Kerajaan Padjajaran (yang berpusat di Bogor), karena pada masa itu, Karawang merupakan satu-satunya jalur lalu lintas yang sangat penting sebagai jalur transportasi hub- ungan antara dua Kerajaan besar, yakni Kerajaan Padjadja- ran dengan Kerajaan Galuh Pakuan yang berpusat di Ciamis.

Sumber lain (buku-buku yang dicatat dalam sejarah bangsa Portugis) tahun 1512 dan 1552 menerangkan bahwa “pelabuhan – pelabuhan penting” dari Kerajaan Padjajaran adalah “CARAVAN”. Yang dimaksud sebagai “CARA- VAN” dalam sumber tadi adalah tentang letak daerah Kara- wang yang berada di sekitar Sungai Citarum.

Sejak dahulu kala, bila akan melewati daerah rawan, demi keamanan di jalan, orang-orang selalu bepergian secara berkafilah atau rombongan dengan menggunakan he- wan seperti kuda, sapi, kerbau atau keledai. Demikian juga halnya yang mungkin terjadi pada zaman dahulu Kesatuan- kesatuan kafilah yang dalam bahasa Portugisnya disebut “CARAVAN”. Membuat pelabuhan-pelabuhan yang be- rada disekitar muara Sungai Citarum yang menjorok hingga ke daerah¬daerah pedalamannya sehingga dikenal dengan sebutan “CARAVAN”. Yang kemudian berubah menjadi Karawang.

Dari Kerajaan Pakuan Padjajaran, ada sebuah jalan yang dapat menjadi acuan menuju daerah-daerah seperti : Cileungsi atau Cibarusah. Warunggede, Tanjungpura, Kara- wang, Cikao, Purwakarta, Rajagaluh, Talaga, Kawali dan berpusat di Kerajaan Galuh Pakuan, di sekitar Ciamis dan Bojonggaluh.

Luas wilayah Kabupaten Karawang saat itu tidak sama dengan luas wilayah Kabupaten Karawang pada masa sekarang. Pada saat itu, luas Kabupaten Karawang meliputi Bekasi, Subang, Purwakarta, dan Karawang sendiri.

Setelah Kerajaan Padjajaran runtuh pada tahun 1579 Masehi, satu tahun setelah itu tepatnya tahun 1580 Masehi, berdirilah Kerajaan Sumedanglarang sebagai penerus Pemerintahan Kerajaan Padjajaran dengan Rajanya yang bernama Prabu Geusan Ulun, putera dari pernikahan Ratu Pucuk Umun (disebut juga Pangeran Istri) dengan Pangeran Santri keturunan Sunan Gunungjati dari Cirebon.

Kerajaan Islam Sumedanglarang, menempatkan pusat pemerintahanya (Kotaraja) di Dayeuhluhur, dengan mem- bawahi Sumedang, Galuh, Limbangan, Sukakerta dan Kara- wang. Setelah Prabu Geusan Ulun wafat pada tahun 1608 Masehi, pemerintahan digantikan oleh puteranya yang ber- nama Ranggagempol Kusumandinata, beliau adalah putra Sang Prabu Geusan Ulun dan istrinya Harisbaya, keturunan Madura. Pada masa itu, di Jawa Tengah telah berdiri Kera- jaan Mataram dengan rajanya yang bernama Sultan Agung (1613-1645 Masehi). Adapun salah satu cita-cita Sultan Agung adalah menguasai seluruh pulau Jawa serta mengusir Kompeni (Belanda) dari Batavia.

Sebagai raja Sumedanglarang, Ranggagempol Kusu- mandinata masih mempunyai hubungan kekeluargaan dengan Sultan Agung sendiri, dan beliau juga mengakui kedaulatan Kerajaan Mataram. Maka pada tahun 1620 Masehi, Ranggagempol menghadap ke Mataram dan me- nyerahkan Kerajaan Sumedanglarang dibawah naungan Ke- rajaan Mataram. Sejak itu, Kerajaan Sumedanglarang dikenal dengan sebutan “PRAYANGAN”.

Kemudian Rangagempol Kusumandinata diangkat oleh Sultan Agung sebagai Bupati Wedana untuk tanah Sunda, dengan batas-batas wilayah yaitu di sebelah timur Kali Cipamali, sebelah barat Kali Cisadane, di sebelah utara Laut Jawa dan di sebelah selatan Laut Kidul.

Karena Kerajaan Sumedanglarang berada di bawah naungan Kerajaan Mataram, maka dengan sendirinya Kara- wang pun berada di bawah kekuasan Mataram.

Pada tahun 1624, Ranggagempol Kusumandinata wafat, beliau dimakamkan di Bembem, Yogyakarta. Se- bagai penggantinya, Sultan Agung mengangkat Rangga Gede, putera Prabu Geusan Ulun dan istrinya Nyi Mas Gedeng Waru dari Sumedang. Rangga Gempol II, putera Ranggagempol Kusumandinata yang semestinya menerima Tahta Kerajaan, merasa disisihkan dan sakit hati. Kemudian beliau berangkat ke Banten untuk meminta bantuan kepada Sultan Banten agar dapat menaklukkan Kerajaan Sumedanglarang. Dengan imbalan apabila berhasil, maka seluruh wilayah kekuasaan Sumedanglarang akan dis- erahkan kepada Sultan Banten. Sejak itulah banyak tentara Banten dikirim ke Karawang, terutama di sepanjang Sungai Citarum, di bawah pimpinan Pager Agung dengan bermar- kas di Udug-Udug.

Pengiriman bala tentara Banten ke Karawang dil- akukan oleh Sultan Banten bukan saja untuk memenuhi per- mintaan Rangga Gempol II, tetapi merupakan awal usaha Banten untuk joecuppas menguasai Karawang sebagai persiapan untuk merebut kembali pelabuhan Banten yang telah dikuasai oleh Kompeni (Belanda) yaitu Pelabuhan Sunda Kelapa.

Masuknya tentara Banten ke Karawang beritanya te- lah sampai ke Mataram. Pada tahun 1624, Sultan Agung mengutus Surengrono (Aria Wirasaba) dan Mojo Agung Jawa Timur, untuk berangkat ke Karawang dengan mem- bawa 1000 prajurit dengan keluarganya, dari Mataram me- lalui Banyumas dengan tujuan untuk membebaskan Kara- wang dari pengaruh Banten, mempersiapkan logistik (dengan membangun gudang-gudang beras) dan meneliti rute penyerangan Mataram ke Batavia.

Di Banyumas, Aria Surengrono meninggalkan 300 prajurit dengan keluarganya untuk mempersiapkan logistic dan penghubung ke Ibukota Mataram. Dari Banyumas per- jal-anan Aria Surengrono dilanjutkan dengan melalui jalur utara melalui Tegal, Brebes, Cirebon, Indramayu dan Ciasem. Di Ciasem ditinggalkan lagi 400 prajurit dengan keluarganya kemudian perjalanan dilanjutkan lagi ke Kara- wang. Setibanya di Karawang, dengan sisa 300 prajurit dan keluarganya, Aria Surengrono, menduga bahwa tentara Banten yang bermarkas di Udug-udug, mempunyai per- tahanan yang sangat kuat, karena itu perlu diimbangi dengan kekuatan yang memadai pula.

Langkah awal yang dilakukan Aria Surengrono mendirikan 3 (tiga) desa yaitu Desa Waringinpitu (Te- lukjambe), Desa Parakan Sapi (di Kecamatan Pangkalan yang sekarang telah terendam Waduk Jatiluhur) dan Desa Adiarsa (sekarang termasuk di Kecamatan Karawang), dengan pusat kekuatan di Desa Waringinpitu.

Karena jauh dan sulitnya hubungan antara Karawang dengan Mataram, Aria Surengrono atau Aria Wirasaba be- lum sempat melaporkan tugas yang sedang dilaksanakannya kepada Sultan Agung di Mataram. Keadaan ini menjadikan Sultan Agung mempunyai anggapan bahwa tugas yang diberikan kepada Aria Wirasaba gagal dilaksanakan.

Demi menjaga keselamatan wilayah kerajaan Mata- ram di daerah barat, pada tahun 1628 dan 1629, bala tentara Kerajaan Mataram, diperintahkan Sultan Agung untuk melakukan penyerangan terhadap VOC (Belanda) di Bata- via. Namun serangan ini gagal disebabkan keadaan medan sangat berat, berjangkitnya triniteers malaria dan kekurangan perse- diaan makanan.

Dari kegagalan tersebut, Sultan Agung menetapkan daerah Karawang sebagai pusat logistik yang harus mempunyai pemerintahan sendiri dan langsung be- rada di bawah pengawasan Mataram dan harus dipimpin oleh seorang pimpinan yang cakap dan ahli perang, mampu menggerakkan masyarakat untuk membangun persawahan guna mendukung pengadaan logistik dalam rangka penyerangan kembali terhadap VOC (Belanda) di Batavia.

Pada tahun 1632 M, Sultan Agung mengutus Wiraper- bangsa dari Galuh dengan membawa 1000 prajurit dan keluarganya menuju Karawang. Tujuan pasukan yang dipimpin oleh Wiraperbangsa adalah untuk membebaskan Karawang dari pengaruh Banten, mempersiapkan logistik sebagai bahan persiapan melakukan penyerangan kembali terhadap VOC (Belanda) di Batavia. Sebagaimana halnya tugas yang diberikan kepada Aria Wirasaba yang telah di- anggap gagal.

Tugas yang diberikan kepada Wiraperbangsa dapat dilaksanakan dengan baik, dan hasilnya dilaporkan kepada Sultan Agung. Atas kcberhasilannya, Wiraperbangsa oleh Sultan Agung dianugerahi Jabatan Wedana (setingkat Bu- pati) di Karawang dan di beri gelar Adipati Kertabumi III serta diberi hadiah sebilah keris yang bernama ” karosinjang “. Setelah penganugerahan gelar tersebut yang dilakukan di Mataram, Wiraperbangsa bermaksud akan segera kembali ke Karawang, namun sebelumnya beliau singgah dulu ke Galuh untuk menjenguk keluarganya atas takdir ilahi beliau wafat di Galuh.

Baca juga : Candi Jiwa: Situs Sejarah Tertua di Karawang

Setelah Wiraperbangsa wafat, Jabatan Bupati di Kara- wang dilanjutkan oleh putranya yang bernama Raden Sin- gaperbangsa. Dengan gelar Adipati Kertabumi IV yang me- merintah pada tahun 1633- 1677. Tugas pokok yang diem- ban Raden Adipati Singaperbangsa mengusir VOC (Bel- anda) dengan mendapat tambahan prajurit sebanyak 2000 dengan keluarganya, serta membangun persawahan untuk mendukung logistik perang.

Hal itu tersirat dalam PIAGAM PLAT KUNING KANDANG SAPI GEDE yang berbunyi lengkap adalah se- bagai berikut:

PANGET INGKANG PIAGEM KANJENG ING KI RANGGA GEDE ING SUMEDANG KAGADEHAKEN ING SI ASTRAWARDANA. MULANE SUN GADEHI PIAGEM, SUN KONGKON ANGGRAKSA KA- GENGAN DALEM SITI NAGARA AGUNG, KILEN WATES CIPAMINGKIS, WETAN WATES CILAMAYA, SERTA KON ANUNGGANI LUMBUNG ISINE PUN PARI LIMANG TAKES PUNJUL TIGA WELAS CILA- MAYA, SERTA KON ANUNGGONI LUMBUNG ISINE PUN PARI LIMANG TAKES PUJUL TIGA WELAS JAIT. WODENING PARI SINAMBUT DENING KI SIN- GAPERBANGSA, BASAKALATAN ANGGARA WA- HANI PIAGEM, LAGI LAMPAHIPUN KIAYI YUDHA- BANGSA KAPING KALIH KI WANGSA TARUNA, INGKANG POTUSAN KANJENG DALEM AMBAKTA TATA TITI YANG KALIH EWU; WADANA NIPUN KYAI SINGAPERBANGSA, KALIH KI WIRASABA KANG DIPURWADANAHAKEN ING MANIRA. SASANGPUN KATAMPI DIPUN PRENAHAREN ING WARINGINPITU LAN ING TANJUNGPURA. ANG- GRAKSA SITI GUNG BANGSA KILEN. KALA NULIS PIAGEM ING DINA REBO TANGGAL PING SAPULUH SASI MULUD TAHUN ALIF. KANG ANULIS PIAGEM MANIRA ANGGAPRANA TITI”.

Terjemahan dalam bahasa Indonesia :

“Peringatan piagam raja kepada Ki Rangga Gede di Sumedang di serahkan kepada Si Astrawardana, sebabnya maka saya serahi piagam ialah karena saya berikan tugas menjaga tanah negara agung milik raja. Di sebelah barat berbatas Cipamingkis, disebelah timur berbatas Cilamaya, serta saya tugaskan menunggu lumbung berisi padi lima takes lebih tiga belas jahit. Adapun padi tersebut diterima oleh Ki Singaperbangsa, basakalatan yang srqinsidethebrand menyaksikan piagam dan lagi kyai Yudhabangsa bersama Ki Wangsa Ta- runa yang diutus oleh raja untuk pergi dengan membawa 2000 keluarga. Pimpinannya adalah Kyai Singaperbangsa dan Ki Wirasaba. Sesudah piagam diterima kemudian mereka di tempatkan di Waringinpitu dan di Tanjungpura. Tugasnya adalah menjaga tanah Negara Agung di sebelah barat.

Baca juga : Monumen Rawagede: Warisan Tragedi Sejarah

Piagam ini ditulis pada hari Rabu tanggal 10 bulan Mulud tahun alif. Yang menulis piagam ini ialah saya, Ang- gaprana Selesai”.

Tanggal yang tercantum dalam Piagam Plat Kuningan Kandang Sapi Gede, ditetapkan sebagai Hari Jadi Kabu- paten Karawang. Berdasarkan hasil penelitian panitia se- jarah yang dibentuk dengan Surat Keputusan Bupati Kepala Daerah Tingkat II Karawang nomor 170/PEM/H/SK/1968 tanggal 1 Juni 1968 yang telah men-gadakan penelitian dan pengkajian terhadap tulisan:

Dr. Brandes dalam “Tyds Taal Land En Volkenkude” XXVIII halaman 352, 355 yang menetapkan tahun 1633 sebagai tahun jadinya Karawang,
Dr. R. Asikin Wijayakusumah dalam “Tyds TaaI Land En Volkenkude” XXVIII 1937 AFL.2 halaman 188- 200 (Tyds Batavisch Genot Schap DL.77,1037) hala- man 178-205 yang menetapkan tahun 1633 sebagai ta- hunjadinya Karawang,
Batu nisan makam panembahan Kyai Singaperbangsa di Manggung Ciparage Desa Manggungjaya Kecama- tan Cilamaya yang bertulis angka 1633-1677 dalam huruf Latin redesactivassas.
Babad Karawang yang ditulis oleh Mas Sutakarya menulis tahun 1633.
Hasil penelitian dan pengkajian panitia tersebut menetapkan bahwa Hari Jadi Karawang pada tanggal 10 Rabiul Awal tahun 1043 Hijriah, atau bertepatan dengan tanggal 14 September 1633 M atau hari Rabu tanggl 10 Mulud 1555 tahun Jawa / Saka.(*)

Karawang – Disdikpora Karawang Larang Sekolah Study Tour ke Luar Kota Selama Libur Nataru 2025. Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga (Disdikpora) Kabupaten Karawang mengeluarkan kebijakan baru dengan melarang seluruh sekolah mengadakan study tour ke luar kota selama libur Natal dan Tahun Baru (Nataru) 2025. Kebijakan ini diatur dalam surat edaran Bupati Karawang Nomor: 1726 Tahun 2024, yang diterbitkan pada 13 Mei 2024 tentang Study Tour pada Satuan Pendidikan.

Plt Kepala Disdikpora Karawang, Cecep Mulyawan, menyampaikan bahwa keputusan ini bertujuan untuk menjaga keselamatan siswa serta mendukung perekonomian daerah. “Kami menyarankan agar sekolah lebih memilih untuk mengadakan study tour di dalam Kabupaten Karawang, guna mendukung pertumbuhan ekonomi lokal dan memastikan keamanan seluruh peserta didik,” ujar Cecep, pada Jumat, 27 Desember 2024.

Baca juga : Pemkab Karawang Tandatangani Kerjasama Dengan Bank BJB dan Pengadilan Agama

Surat edaran ini menekankan tiga poin utama yang perlu diperhatikan oleh seluruh satuan pendidikan di Kabupaten Karawang, yaitu:

  1. Kegiatan study tour diimbau dilaksanakan di dalam Kabupaten Karawang untuk mendukung ekonomi lokal.
  2. Kegiatan tersebut harus mengutamakan kemanfaatan dan keamanan bagi peserta didik, guru, dan tenaga kependidikan.
  3. Sekolah atau yayasan yang akan melaksanakan study tour diminta untuk berkoordinasi dengan Disdikpora Karawang melalui surat pemberitahuan.

Cecep Mulyawan berharap kebijakan ini dapat memberikan dampak positif bagi daerah serta menjaga keselamatan siswa selama libur Nataru. “Kami juga ingin agar kegiatan ini dapat memberikan manfaat langsung bagi masyarakat setempat, dengan mengunjungi tempat-tempat wisata yang ada di Karawang,” tambahnya.

Dengan kebijakan ini, diharapkan kegiatan study tour tetap berjalan lancar dan sesuai dengan tujuan yang diinginkan, tanpa menimbulkan risiko yang tidak diinginkan.(*)

Karawang – Dua Kandidat Siap Bertarung di Musda KNPI Karawang 2025-2028. Pemilihan Ketua DPD KNPI Kabupaten Karawang untuk periode 2025-2028 semakin mendekat. Musyawarah Daerah (Musda) KNPI yang dijadwalkan pada 30 Desember 2024 akan menjadi ajang penting bagi pemuda Karawang untuk menentukan pemimpin yang akan membawa organisasi kepemudaan tersebut ke depan. Saat ini, dua kandidat utama yang telah mendaftar dan siap bertarung adalah Faizal Muhammad, ST, dan Maulana Malik Ibrahim, S.IP.

Musda KNPI kali ini menarik perhatian karena kedua kandidat tersebut telah mengembalikan berkas pendaftaran mereka pada Selasa malam (24/12/2024) di aula Gedung KNPI Karawang. Meskipun sebelumnya ada empat orang yang mengambil formulir pendaftaran, hanya dua kandidat yang memenuhi persyaratan untuk maju dalam Musda tersebut.

Ketua Pelaksana Musda KNPI, Heru, berharap Musda ini dapat menjadi momentum bagi pemuda Karawang untuk mempererat silaturahmi dan konsolidasi setelah perbedaan yang muncul selama Pilkada. “Ini adalah kesempatan untuk menatap Karawang ke depan dengan lebih baik,” ujar Heru.

Faizal Muhammad, ST, menegaskan bahwa Musda bukan hanya soal persaingan, tetapi juga merupakan ajang untuk melanjutkan regenerasi dan proses kepemudaan yang positif. Dia berharap bisa merangkul semua pihak dan menjaga kesatuan dalam organisasi. “Musda ini adalah ajang untuk berdinamika dalam melanjutkan regenerasi. Saya berharap kita bisa merangkul semua unsur yang ada di KNPI,” katanya.

Di sisi lain, Maulana Malik Ibrahim, S.IP, menggarisbawahi pentingnya keseimbangan antara penerimaan budaya baru yang baik dan pelestarian budaya lama. Menurut Maulana, kepemimpinan dalam kepemudaan sangat penting untuk merealisasikan perubahan dan pencapaian yang lebih cepat. Ia percaya, dengan kekuatan kepemimpinan yang tepat, pemuda Karawang dapat lebih cepat mencapai tujuan dan visi daerah.

Musda KNPI kali ini diharapkan tidak hanya menjadi ajang pemilihan ketua, tetapi juga sebagai ajang pemersatu dan penguat semangat bagi pemuda Karawang untuk terus bergerak maju demi kemajuan daerah.(*)

Jakarta Stasiun kereta cepat Whoosh di Karawang resmi melayani penumpang pada hari ini. Keberoperasian stasiun ini diharapkan dapat meningkatkan jumlah penumpang Whoosh yang saat ini masih belum mencapai target harian. 24/12/2024

Wakil Ketua Komisi V DPR RI, Syaiful Huda, menyambut baik pengoperasian Stasiun Karawang yang sempat tertunda akibat keterbatasan akses jalan menuju lokasi stasiun. Menurut Huda, pengoperasian stasiun ini diharapkan mampu mendongkrak jumlah penumpang Whoosh yang masih berada di bawah target yang telah ditetapkan.

Baca juga : Refleksi Tahun 2024 dan Outlook 2025, DPRD Jabar

“Kami sangat mendukung pengoperasian Stasiun Karawang ini. Meskipun sempat terhambat karena akses pendukung yang belum siap, kami berharap dengan beroperasinya stasiun ini bisa mendongkrak jumlah penumpang Whoosh yang hingga saat ini masih di bawah target harian,” ujar Syaiful Huda.

Stasiun Karawang menjadi stasiun keempat dari total empat stasiun yang dirancang untuk rute kereta cepat Whoosh. Selain Karawang, kereta cepat Whoosh juga melayani tiga stasiun lainnya, yakni Stasiun Halim, Stasiun Padalarang, dan Stasiun Tegal Luar.

Sejak resmi beroperasi pada 17 Oktober 2024, hanya tiga stasiun yang dapat melayani penumpang, sementara Stasiun Karawang belum dapat difungsikan karena kendala akses jalan menuju stasiun tersebut.

Target Penumpang Masih Jauh dari Harapan

Huda menjelaskan bahwa target harian penumpang untuk kereta cepat Whoosh adalah sekitar 29.000-31.000 orang. Namun, hingga saat ini, jumlah penumpang harian yang tercatat masih berada di kisaran 18.000-19.000 orang. Meskipun tren penumpang terus menunjukkan kenaikan, angka tersebut masih jauh dari target yang telah ditetapkan oleh pemerintah.

“Meskipun ada tren kenaikan jumlah penumpang, angka tersebut masih jauh dari target yang ditetapkan pemerintah. Hal ini tentunya berpengaruh terhadap efektivitas operasional kereta cepat Whoosh,” ungkap Huda.

Baca juga : Respon Pernyataan Menteri PKP, DPR: Tidak Punya Rumah Bukan Berarti Miskin

Dengan beroperasinya Stasiun Karawang, Huda berharap dapat terjadi penambahan jumlah penumpang harian. Berdasarkan studi dari Universitas Indonesia, diperkirakan akan ada tambahan sekitar 3.000-4.000 penumpang per hari jika Stasiun Karawang benar-benar beroperasi.

“Tentu saja, ini adalah tambahan yang signifikan jika bisa terwujud,” tambahnya.

Pentingnya Jumlah Penumpang untuk Efektivitas Whoosh

Syaiful Huda menegaskan bahwa jumlah penumpang Whoosh menjadi indikator utama untuk menilai efektivitas kereta cepat pertama di Asia Tenggara tersebut. Selain itu, Huda juga menyebutkan bahwa ada empat tujuan utama dari pembangunan proyek Whoosh di Indonesia, yaitu:

  1. Mengurangi kepadatan lalu lintas antara Bandung dan Jakarta,
  2. Meningkatkan konektivitas Bandung-Jakarta dan sekitarnya,
  3. Mendorong pertumbuhan ekonomi dan pariwisata, serta
  4. Menjadi simbol modernisasi transportasi di Indonesia.

“Keempat tujuan tersebut sangat bergantung pada jumlah penumpang Whoosh. Jika jumlah penumpangnya sedikit, maka dapat dipastikan bahwa Whoosh ini tidak efektif,” tegas Huda.

Harapan untuk Pertumbuhan Ekonomi di Sekitar Stasiun

Legislator dari Dapil Jabar VII (Karawang, Purwakarta, Kab Bekasi) ini juga berharap agar beroperasinya Stasiun Karawang dapat memberikan dampak positif terhadap perekonomian di sekitar stasiun. Ia mendorong masyarakat setempat untuk memanfaatkan kesempatan dengan menyediakan berbagai layanan barang dan jasa bagi penumpang Whoosh di Stasiun Karawang.

“Ke depan, Pemkab Karawang bisa memanfaatkan akses Whoosh ini untuk menarik lebih banyak wisatawan ke destinasi-destinasi wisata di Karawang dan sekitarnya. Hal ini akan mendukung tujuan Whoosh dalam mendorong pertumbuhan ekonomi dan sektor pariwisata,” pungkas Huda.***

Karawang – Candi Jiwa, situs bersejarah peninggalan Hindu-Buddha, menjadi salah satu candi tertua di Jawa Barat. Secara administratif, candi ini terletak di dua wilayah, yaitu Desa Segaran dan Desa Telagajaya, yang berada di Kecamatan Batujaya dan Kecamatan Pakisjaya. Lokasinya yang dikelilingi persawahan menambah suasana eksotis dan menenangkan bagi pengunjung.

Sejarah Penemuan Candi Jiwa

Candi Jiwa pertama kali ditemukan pada tahun 1984. Penemuan ini tergolong baru, sehingga penelitian terhadap situs ini masih terus dilakukan. Para ahli percaya bahwa candi ini berasal dari masa Kerajaan Tarumanegara hingga Kerajaan Sunda. Selain itu, nama “Candi Jiwa” diberikan oleh masyarakat setempat karena konon setiap kali hewan ternak melewati reruntuhan candi ini, hewan tersebut mati secara misterius.

Keunikan Arsitektur Candi Jiwa

Tidak seperti candi-candi lain yang menjulang tinggi, Candi Jiwa memiliki bentuk oval dengan tinggi empat meter dari permukaan tanah. Bangunannya berbentuk stupa atau arca Buddha yang menyerupai bunga teratai mekar di atas air. Bentuk ini melambangkan kesakralan dan keindahan dalam ajaran Buddha.

Candi Jiwa memiliki dimensi 19 x 19 meter dengan tinggi 4,7 meter. Di bagian atasnya terdapat susunan bata melingkar dengan diameter enam meter yang diperkirakan merupakan bekas stupa. Denah melingkar di tengah candi menjadi daya tarik unik, di mana umat Buddha melakukan ritual mengitari candi searah jarum jam.

Material Bangunan

Bangunan candi terbuat dari batu bata yang dibakar menggunakan kayu. Uniknya, batu bata dari daerah Batujaya memiliki ukuran lebih besar dibandingkan batu bata pada umumnya. Beberapa bagian candi tampak gosong, menandakan teknik pembakaran tradisional yang digunakan pada masa lalu.

Rute Menuju Candi Jiwa

Candi Jiwa berjarak sekitar 50 kilometer dari Jakarta dengan waktu tempuh tiga jam. Pengunjung dapat mengambil rute melalui tol Cikampek, keluar di gerbang tol Karawang Barat, menuju Rengasdengklok, dan akhirnya ke arah Batujaya.

Daya Tarik Wisata Sejarah

Candi Jiwa menawarkan pengalaman wisata sejarah yang mendalam. Dengan bentuknya yang unik dan nilai sejarah yang tinggi, candi ini menjadi destinasi yang wajib dikunjungi bagi pecinta sejarah dan budaya. Selain itu, suasana tenang di tengah persawahan membuat tempat ini cocok untuk refleksi dan ziarah.

Dengan terus berlangsungnya penelitian, Candi Jiwa diharapkan dapat menjadi salah satu ikon sejarah yang tak ternilai di Karawang, sekaligus destinasi wisata edukasi yang menarik bagi generasi mendatang./qie

Karawang – Ketua Gerakan Mahasiswa Satu Bangsa (Gemasaba) Karawang, Nadi Mashuri, menyampaikan harapannya terhadap Ketua Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI) Kabupaten Karawang yang akan terpilih dalam periode mendatang. Dalam wawancara eksklusif pada 19 Desember 2024, Nadi menekankan pentingnya kolaborasi dan inovasi untuk memajukan peran pemuda di Kabupaten Karawang, serta memperkuat pemberdayaan pemuda di berbagai sektor.

Pemuda Karawang: Harapan untuk Pemimpin yang Inklusif dan Responsif

Menurut Nadi, Ketua KNPI yang baru harus menjadi pemimpin yang inklusif dan responsif terhadap berbagai kebutuhan pemuda yang datang dari berbagai latar belakang. “KNPI memiliki peran strategis sebagai wadah pemersatu organisasi kepemudaan. Ketua yang baru harus dapat merangkul semua elemen pemuda tanpa memandang perbedaan,” ujar Nadi, mengungkapkan harapannya agar KNPI dapat menjadi jembatan yang menyatukan potensi pemuda.

Pemberdayaan Pemuda Karawang Melalui Program Kreatif dan Kewirausahaan

Nadi juga menggarisbawahi pentingnya penguatan program pemberdayaan pemuda, dengan fokus pada sektor-sektor ekonomi kreatif, teknologi, dan kewirausahaan. “Karawang memiliki potensi besar yang perlu dikembangkan lebih serius. Pemuda Karawang memiliki energi dan kreativitas yang luar biasa. Ketua KNPI harus mampu mendorong kolaborasi dengan pemerintah daerah dan sektor swasta untuk menciptakan peluang yang lebih banyak,” tambahnya.

Isu Global yang Relevan untuk Pemuda Karawang: Keberlanjutan dan Transformasi Digital

Nadi berharap, Ketua KNPI yang terpilih dapat mengimplementasikan program yang sesuai dengan isu-isu global, seperti keberlanjutan lingkungan dan transformasi digital. “Pemuda Karawang harus dipersiapkan untuk bersaing di tingkat nasional dan internasional. Ketua KNPI harus memastikan pemuda Karawang siap menghadapi tantangan global,” jelasnya.

Gemasaba Karawang Siap Bekerja Sama dengan KNPI untuk Mendorong Perubahan Positif

“Kami di Gemasaba siap bekerja sama dengan KNPI untuk mendorong sinergi yang lebih kuat. Harapan kami, Ketua KNPI yang baru dapat menjadi katalisator perubahan positif bagi pemuda Karawang dan menciptakan legacy yang membanggakan,” ujar Nadi, menutup wawancaranya.

Momentum Pemilihan Ketua KNPI Karawang: Harapan untuk Masa Depan Pemuda Karawang yang Lebih Cerah

Proses pemilihan Ketua KNPI Karawang akan menjadi momentum penting dalam perjalanan pemuda Karawang. Diharapkan, pemimpin yang terpilih dapat membawa visi yang jelas dan komitmen yang kuat untuk membangun masa depan yang lebih cerah bagi pemuda Karawang./qie

KarawangUmar Al faruq SAg, anggota DPRD Kabupaten Karawang, memberikan apresiasi tinggi terhadap penyelenggaraan Musyawarah Daerah (Musda) Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI) Kabupaten Karawang yang ke XV. Menurutnya, Musda ini merupakan momentum penting bagi pemuda Karawang untuk memberikan kontribusi yang lebih besar dalam pembangunan sosial, ekonomi, dan budaya daerah. 19 Desember 2024

“Musda KNPI ke XV adalah kesempatan emas bagi para pemuda Karawang untuk berperan aktif dalam mengembangkan potensi diri, serta berpartisipasi dalam menghadapi berbagai tantangan yang ada di Kabupaten Karawang. Sebagai anggota DPRD, saya sangat mendukung dan mengapresiasi kegiatan ini karena memiliki dampak positif yang besar bagi kemajuan generasi muda dan perkembangan Kabupaten Karawang,” ujar Umar A lfaruq, Kamis (19/12/2024).

Umar juga berharap agar Musda ini dapat melahirkan pemimpin yang memiliki visi jelas untuk masa depan pemuda Karawang, serta mampu mengatasi tantangan yang dihadapi sektor sosial, ekonomi, dan pendidikan di Karawang. Ia menekankan pentingnya sinergi antara pemuda, pemerintah daerah, dan masyarakat dalam mewujudkan cita-cita bersama yang lebih besar.

“Saya berharap Musda ini dapat menghasilkan pemimpin yang tidak hanya fokus pada organisasi, tetapi juga mampu merumuskan visi jangka panjang untuk membangun Karawang secara lebih luas, baik dalam bidang sosial, ekonomi, maupun budaya. Pemuda Karawang harus menjadi motor penggerak perubahan yang positif,” tambah Umar.

Sebagai wakil rakyat, Umar Al faruq berkomitmen untuk terus memberikan dukungan penuh kepada KNPI Karawang. Ia juga mengajak seluruh pemuda Karawang untuk tetap semangat, menjaga persatuan, dan aktif berperan dalam memajukan daerah melalui berbagai program yang berbasis pada kreativitas, inovasi, dan kerja sama.

Dengan adanya dukungan penuh dari DPRD Karawang, Musda KNPI ke XV ini diharapkan dapat menjadi langkah awal untuk menciptakan pemuda yang berdaya saing tinggi dan siap menghadapi tantangan global, serta memberikan dampak positif bagi pembangunan daerah Karawang. (Qie)

Karawang – Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Karawang melalui Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Karawang menggelar Forum Satu Data Indonesia (SDI) di Ballroom Hotel Mercure Karawang, Rabu (18/12/2024). Forum tersebut resmi dibuka oleh Sekretaris Daerah (Sekda) Kabupaten Karawang, H. Asep Aang Rahmatullah.

Dalam sambutannya, Sekda Aang menjelaskan bahwa Forum Satu Data Indonesia merupakan momentum penting yang tidak hanya mencerminkan semangat kolaborasi, tetapi juga menandai komitmen kita bersama dalam mewujudkan visi untuk mendorong kemajuan dalam pengelolaan data yang efektif dan berkelanjutan.

Baca juga : Kunjungan Kerja DPRD Jawa Barat ke Kepulauan Riau

“Waktu akan terus berjalan, begitupun kemajuan zaman, tidak ada yang mampu menghentikannya, dan demi mendukung tata pemerintahan yang baik, tentu kita harus mampu bersinergi dengan perubahan, termasuk dalam menyikapi dunia digital yang begitu masif,” ujarnya.

Ia meyakini, pihaknya akan terus menciptakan ekosistem data yang yang terintegrasi dan terpercaya. Sebab, data menjadi pondasi yang krusial dalam dalam pengambilan keputusan, pengembangan kebijakan, serta berbagai inovasi untuk untuk meningkatkan kualitas layanan publik.

“Semoga kegiatan Forum Satu Data Indonesia di Kabupaten Karawang mampu menjadi wadah komunikasi dan koordinasi untuk penyelenggaraan Satu Data Indonesia di Kabupaten Karawang. Mari kita berinovasi dan berkolaborasi dalam memanfaatkan kekuatan data demi kesejahteraan masyarakat, pertumbuhan ekonomi dan pembangunan yang berkelanjutan,” ungkapnya.

Untuk diketahui, Forum Satu Data Indonesia ini merupakan kolaborasi antara Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Karawang sebagai Pembina Data dan Dinas Komunikasi dan Informatika (Diskominfo) Kabupaten Karawang sebagai Wali Data untuk wadah komunikasi dan koordinasi.

Pada forum tersebut itu pula dilakukan penandatanganan Komitmen Bersama Penyelenggaraan Satu Data Indonesia tingkat daerah di Kabupaten Karawang.***

Karawang – Yayasan Silang Budaya berkolaborasi dengan Kemendikbud melalui dana aspirasi Ketua Komisi X DPR RI, H. Syaiful Huda akan menggelar pertunjukan Sendratari Napak Rawayan Sang Wali Kawin Silang versi Silang Budaya pada Senin (8/8/2022)

Kegiatan tersebut bertempat di Pelataran Pedoman Jalan Syekh Quro Dusun Peundeuy I RT 003/008 Desa Karyamukti Kecamatan Lemahabang Karawang Jawa Barat.

Pertunjukan tersebut nantinya akan berusaha menampilkan kisah perjalanan Syech Quro atau Syech Hasanuddin Qurotul’ain bin Yusuf Idofi.

Ketua Yayasan Silang Budaya Kiki Syarifudin, Sendratari Napak Rawayan Sang Wali Kawin Silang mengungkapkan pertunjukan Sendratari bakal disuguhkan oleh para Seniman Karawang.

“Dibantu masyarakat Desa Karyamukti, Mas Yayan Katho dari Lesbumi PWNU Jabar dan Kang Oet Rizki di bagian setting, merupakan sebuah temu kangen para pekerja seni setelah sekian tahun terhalang Covid,” kata Aab.

Selain Sendratari, kata Aab, pesta rakyat ini juga menampilkan beberapa tim kesenian utusan dari desa sekitar dan ditutup dengan penampilan “Topeng Pendul” kesenian khas Karawang yang sudah berusia lebih dari satu abad.

“Sebagai suguhan utama, pertunjukan Sendratari yang berdurasi sekitar satu jam ini, bercerita tentang perjalanan Sang Wali, yakni Syech Quro, yang bernama lengkap Syech Hasanuddin Qurotul’ain Bin Yusuf Idofi dalam rangka menyebarkan ahlak Islam kepada masyarakat Karawang dan sekitarnya. Terutama masyarakat yang tinggal di sekitar Pelabuhan Tanjungpura,” jelasnya.

Kawin Silang Antara Islam dan Pikukuh Sunda
Lebih lanjut Aab juga menceritakan sebagai seorang Wali yang memiliki pandangan jauh ke depan, Sang Wali mengawinkan murid tercantiknya, Nyai Subang Larang pada seorang putra mahkota Pajajaran, Raden Pamanah Rasa, yang di kemudian hari menjadi Raja Pajajaran bergelar Sri Baduga Maharaja atau lebih dikenal dengan sebutan Prabu Siliwangi. Lewat perkawinan tersebut, kawin pula ajaran Islam dengan Pikukuh Sunda yang dianut masyarakat Pajajaran.

“Perkawinan Silang antara Islam dan Pikukuh Sunda berlangsung tanpa hambatan. Seperti umumnya perkawinan, tentu satu sama lain saling mempengaruhi, begitu pula pada kebudayaan masyarakat Sunda pada saat itu. Penyebutan Sang Hyang Taya menjadi Alloh, adalah pengaruh dari Islam yang masuk pada budaya Sunda, ibadah sholat menjadi sambehyang atau sembahyang, adalah pengaruh Sunda yang masuk pada Islam,” terangnya.

“Dari perkawinan silang ini lahirlah Islam yang khas, Islam yang memiliki warna tersendiri, yang sekarang sering disebut sebagai Islam Nusantara. Sebuah Kebudayaan Islam yang sudah mendarah daging dalam diri masyarakat Nusantara, selama ratusan tahun yang secara komunal berbeda dengan budaya Islam Arab,” tambahnya.

Penulis Naskah, Abah Sarjang mengungkapkan peristiwa masa lalu yang diangkat ke panggung, dengan bahan-bahan cerita terbatas, dipungut dari tradisi lisan yang sudah tersebar selama ratusan tahun, tentu memiliki berbagai versi.

“Tetapi ketidak-tepatan sejarah tersebut, bukan sebuah ruang terbuka untuk dibahas. Karena pertunjukan ini tidak sedang membahas detail sejarah,” jelasnya.

“Tetapi berusaha membumikan kembali semangat “silih asih silih asah-silih asuh dan silih wangikeun.” Semangat pikukuh lama dengan nilai-nilai luhur yang sudah menjadi jalan hidup masyarakat, dipadu-padankan dengan semangat kekinian yang bangkit setelah terhantam wabah,” ujarnya.

Perkawinan semangat inilah menurut Abah Sarjang, yang hendak diangkat dalam pertunjukan tersebut.

“Perkawinan indah adalah perkawinan yang direstui bumi dan langit. Dengan penuh pengharapan kami berdoa, semoga “Perkawinan Silang” ini direstui bumi dan langit,” pungkasnya./qie