Persoona.id – Komisi I DPRD Jabar menggelar Rapat Kerja Pembahasan Evaluasi Perijinan dan Kerjasama bersama Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan terpadu Satu Pintu Provinsi Jawa Barat, Kepala Biro Pemerintahan dan Otonomi Daerah, Kepala Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah Provinsi Jawa Barat, Kepala Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah Provinsi Jawa Barat, Kepala Dinas Lingkungan Hidup (Kepala UPTD Pengelolaan Sampah TPA/TPST Regional Dinas Lingungan Hidup Pemerintah Provinsi Jawa Barat), Direktur Utama PT. Bukaka Teknik Utama Tbk, Direktur Utama PT. Jabar Environmental Solutions (JES), di Bandung, Kamis (25/9/2025).

Baca juga : Tolak Holywings, Fraksi PKB DPRD Karawang Peringatkan Bahaya Kerusakan Moral dan Kriminalitas


Beberapa agenda penting dibahas dalam rapat tersebut, salah satunya persoalan sampah di Jawa Barat. Anggota Komisi I DPRD Jabar, Dindin Abdullah Ghozali menyatakan bahwa penyebab utama permasalahan sampah diantaranya meningkatnya timbulan sampah; dominasi sampah rumah tangga dan makanan; keterbatasan infrastruktur TPA; kurangnya partisipasi masyarakat.
“Dari keempat penyebab tersebut, bisa diatasi dengan mekanisme KPBU (Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha), TPA tidak hanya menjadi tempat timbunan sampah. Ada pemanfaatan lain seperti menjadi sumber energi listrik,” ujar politisi PKB.


Dindin menambahkan bahwa Pemerintah Provinsi Jawa Barat berkolaborasi dengan PT JES (Jabar Environmental Solutions) dalam mengelola dan membangun Tempat Pengolahan dan Pemrosesan Akhir Sampah (TPPAS) Regional Legoknangka. Proyek ini bertujuan mengelola sampah di Cekungan Bandung mencakup Kota Bandung, Kabupaten Bandung, Kabupaten Sumedang, Kota Cimahi, dan Kabupaten Bandung Barat, serta Garut.


“Kolaborasi Pemprov Jabar dan PT JES menjadi solusi berkelanjutan untuk persoalan sampah di wilayah tersebut. Namun belum terlaksana karena belum ada penegasan dari Kementerian ESDM bahwa listrik yang dihasilkan oleh PT JES ini dibeli oleh PLN,” tegas Dindin.


Menurut Dindin, penegasan dari Kementerian ESDM jangan menjadi batu sandungan dalam proyek tersebut. Pihak PT JES bisa memulai pembangunan, karena pemerintah pasti mengupayakan.
“Seandainya hari ini penegasan itu dikeluarkan oleh Kementerian ESDM, progres pembangunan TPPAS Legoknangka akan selesai tahun 2029. Sementara TPA Sarimukti umurnya antara satu atau dua tahun lagi, itu berbahaya, Jawa Barat bisa darurat sampah,” kata Dindin.


Berkaitan dengan hal tersebut, Komisi I DPRD Jabar menggelar rapat evaluasi kerja sama. Perizinan dan kontrak sangat mungkin diputus. Pemprov Jabar bisa mencari alternatif perusahaan lain. Namun Kepala Bappeda Jabar berikut perwakilannya tidak hadir dalam rapat tersebut.


“Kepala Bappeda Jabar atau yang mewakilinya tidak hadir dalam rapat. Padahal ini masalah serius, Provinsi Jawa Barat terancam darurat sampah. Kami menyoroti keterbatasan infrastruktur TPA. TPA Sarimukti sudah kelebihan kapasitas. Sementara TPPAS Legoknangka belum beroperasi penuh,” ujarnya.
Kelebihan kapasitas di TPA Sarimukti memunculkan masalah seperti penumpukan sampah di TPS dan menjamurnya TPS liar. Dindin menegaskan bahwa Komisi I akan melakukan rapat lanjutan, serta mengeluarkan rekomendasi kepada Gubernur Dedi Mulyadi untuk mengevaluasi perizinan dan kerjasama.

Kami menyayangkan mangkirnya bappeda dalam rapat. Ini menunjukan mereka tidak sensitif terhadap krisis sampah yang akan terjadi dalam waktu dekat di Jawa Barat.

Ini rapat strategis yang ingin mendapat gambaran objektif progres pembangunan pengelolaan sampah dari para pihak. Dari sini kita ingin pemerintah mengambil sikap dan menyusun langkah terobosan supaya pembangunan bisa berjalan dengan cepat.

Sarimukti umurnya cuma 1 sampai 2 tahun lagi. Sementara legoknangka jika lancar prosesnya baru akan beroperasi 2029. Bandung raya bisa terjadi bencana sampah jika legoknangka tidak dibangun secepatnya. Nambo harus segera dibangun kembali setelah mangkrak, karena TPS-TPS di wilayah bogor raya sudah terkena sanksi dan tidak bisa operasional dengan maksimal.

Dalam rapat terungkap bahwa kerjasama dengan PT JES ini tidak layak. Mereka tidak mau memulai membangun jika belum ada garansi secara formal produk listrik hasil pengelolaan sampah dibeli oleh PLN. Setelah itu baru mulai pembangunan selama sekitar 4 tahun, itu pun jika lancar mereka berhasil mengonsolidasi atau memiliki dana investasi untuk membangun. Jika gagal dalam mengonsolidasi dana makan bisa terjadi mangkrak seperti Nambo.

Baca Juga : Ketua Komisi I DPRD Jabar: Politeknik Kepribadian Bangsa Indonesia Pelopor Kampus Vokasi Penjaring SDM Unggul

Saya kira pemerintah provinsi harus punya sense of crisis. Tidak boleh membiarkan diri tersandera oleh kontrak kerjasama yang tidak adil. Harus melakukan langkah terobosan.

Evaluasi dan menyusun langkah terobosan itu solusinya. Misalnya, kita bisa meminta jaminan ke PT JES bahwa pembangunan pasti jalan dan dilakukan dalam waktu 2 tahun dan sebagai jaminan diminta menempatkan dana investasi di bank nasional yang kita tunjuk sesuai nilai investasi sebagai bukti mereka memiliki dana. Jadi ada keadilan dengan upaya yang dilakukan pemerintah dalam menyiapkan fasilitas untuk investasi.

Pengelolaan sampah ini merupakan pelayanan pemerintah kepada masyarakat. Sehingga aspek bisnis pengelolaan sampah tidak boleh lebih utama dari terselenggaranya pelayanan.

Kami meminta kepada bappeda untuk memiliki sensitifitas krisis dalam pengelolaan sampah. Kami juga meminta kepada pemerintah provinsi untuk mengevaluasi kerjasama yang sudah dilakukan dan menyusun langkah terobosan yang bisa mempercepat pembangunan sarana pengelolaan sampah.