Karawang – Kejadian mengejutkan terjadi di Sekolah Dasar Negeri (SDN) Karya Bakti 4 yang terletak di Kecamatan Batujaya, Karawang. Ratusan siswa mogok sekolah akibat kondisi bangunan yang rusak parah, membuat mereka merasa khawatir akan keselamatan selama proses belajar mengajar.

Menanggapi situasi ini, Ketua Komisi IV Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Karawang, Asep Junaedi, langsung meminta Pemerintah Kabupaten Karawang melalui Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga (Disdikpora) untuk segera melakukan perbaikan. “Kami sudah mendengar soal itu, dan itu harus segera menjadi prioritas pembangunan sekolah yang rusak parah,” ungkap Asep dalam pernyataannya pada Rabu, 22 Januari 2025.

Asep menekankan bahwa pihaknya akan mengawal proses perbaikan agar dapat segera terealisasi. Kerusakan bangunan yang cukup parah membuat siswa merasa khawatir dan enggan untuk datang ke sekolah. “Kami sudah meminta agar disiapkan lokasi sementara atau sistem shift bagi siswa agar proses belajar mengajar tetap berjalan,” jelasnya.

Baca juga : Optimalisasi Pendapatan Daerah, Pemkab Karawang Gelar Sosialisasi Opsen PKB dan BBNKB

Lebih lanjut, Asep meminta kepada kepala sekolah yang menghadapi kondisi bangunan yang rusak parah untuk segera melaporkan keadaan tersebut kepada Disdikpora Kabupaten Karawang. Setelah laporan diterima, Disdikpora diwajibkan untuk mengambil tindakan atau solusi yang tepat, seperti mengosongkan bangunan yang berpotensi roboh, mencari alternatif lokasi sementara, atau menerapkan sistem shift dalam kegiatan belajar mengajar.

Apriansyah, penjaga sekolah, memberikan keterangan bahwa kondisi bangunan di SDN Karya Bakti 4 sudah lama mengkhawatirkan. “Bangunan sekolah secara merata mengalami kerusakan. Semoga sekolah kami bisa diprioritaskan agar tidak terjadi hal yang tidak diinginkan ketika proses KBM dilaksanakan dan menimpa siswa-siswi kami,” harapnya.

Baca juga : Komisi I DPRD Jabar Desak Evaluasi Perizinan Tambang di Seluruh Wilayah Jawa Barat

Asep Junaedi juga menegaskan bahwa pihaknya berkomitmen untuk terus memantau perkembangan program pembangunan sekolah, karena kondisi fisik sekolah berpengaruh besar terhadap kegiatan belajar mengajar siswa. “Pembangunan sekolah dan infrastruktur ada di komisi 3, tetapi secara keseluruhan tentang pendidikan adalah ranah kami di komisi 4,” tegasnya.

Dengan adanya instruksi dari DPRD, diharapkan pihak pemda dapat segera menindaklanjuti perbaikan bangunan sekolah, sehingga siswa di SDN Karya Bakti 4 dapat kembali belajar dengan aman dan nyaman.(*)

Tan Malaka – Seorang tokoh revolusioner dan intelektual Indonesia, pernah menyatakan bahwa kebiasaan menghafal dalam pendidikan tidak menambah kecerdasan, malah menjadikan orang seperti mesin yang mekanis dan bodoh. Meskipun pernyataan ini muncul dalam konteks kritik terhadap sistem pendidikan kolonial, namun relevansinya tetap kuat hingga hari ini, terutama dalam mengkritisi pendekatan pendidikan yang terlalu mengutamakan hafalan.

Menghafal memang bisa menjadi bagian penting dari proses belajar. Kita membutuhkan dasar pengetahuan yang dapat diingat untuk membantu kita berpikir lebih kompleks. Namun, ketika proses menghafal menjadi tujuan utama dalam pendidikan, maka kita justru akan terjebak dalam pola pikir mekanis yang tidak berkembang. Tan Malaka dengan tajam mengingatkan kita bahwa pendidikan yang hanya mengandalkan hafalan tanpa pemahaman mendalam dapat menghambat proses pembentukan kecerdasan sejati.

Di dunia pendidikan modern, banyak siswa yang terjebak dalam siklus menghafal untuk ujian, memproduksi jawaban yang tampak benar, namun tidak mampu menerapkan pengetahuan tersebut dalam konteks yang lebih luas. Ini bukanlah kecerdasan, melainkan sebuah proses mekanis yang menghasilkan ingatan semata tanpa kemampuan berpikir kritis, analitis, atau kreatif. Kecerdasan sejati, sebagaimana yang diinginkan oleh Tan Malaka, bukan hanya tentang seberapa banyak informasi yang dapat dihafal, tetapi sejauh mana seseorang mampu memahami, menghubungkan, dan mengaplikasikan informasi itu dalam situasi yang berbeda.

Lebih dari itu, menghafal tanpa pemahaman yang mendalam dapat membuat kita merasa puas dengan jawaban yang sudah ada tanpa mempertanyakan atau menggali lebih lanjut. Dalam masyarakat yang semakin kompleks dan cepat berubah, pola pikir seperti ini sangat terbatas. Dunia yang membutuhkan inovasi dan solusi kreatif tidak akan mendapat manfaat dari individu-individu yang hanya mengandalkan hafalan tanpa kemampuan untuk berpikir di luar kotak.

Pendidikan harus mendorong kita untuk menjadi pemikir kritis, bukan hanya pencatat informasi. Hal ini berarti, daripada sekadar menilai kecerdasan berdasarkan kemampuan menghafal, kita perlu menilai bagaimana seseorang dapat menganalisis masalah, merumuskan solusi, dan mengadaptasi pengetahuan mereka untuk menyelesaikan tantangan yang lebih besar. Dengan demikian, pendidikan yang ideal adalah pendidikan yang mengutamakan pemahaman daripada hafalan.

Sebagai contoh, dalam pendidikan sains, alih-alih hanya menghafal rumus atau fakta-fakta, siswa harus didorong untuk mengerti mengapa suatu rumus atau teori berlaku, dan bagaimana penerapannya dalam kehidupan sehari-hari. Begitu pula dalam pelajaran sejarah, alih-alih hanya menghafal tahun dan peristiwa, siswa perlu dibimbing untuk memahami dampak dari peristiwa tersebut terhadap masyarakat dan dunia saat ini.

Selain itu, kita juga harus menyadari bahwa kemampuan untuk berpikir kritis dan kreatif merupakan keterampilan yang dapat diterapkan dalam berbagai aspek kehidupan, mulai dari pekerjaan, hubungan sosial, hingga peran kita dalam masyarakat. Jika kita hanya mengandalkan hafalan, kita akan terjebak dalam pola pikir yang kaku dan tidak mampu beradaptasi dengan perubahan yang terus-menerus.

Pada akhirnya, Tan Malaka mengingatkan kita bahwa tujuan pendidikan seharusnya adalah untuk membebaskan pikiran, bukan untuk mengurungnya dalam rutinitas menghafal. Pendidikan yang sejati adalah yang melatih kita untuk berpikir, menganalisis, dan menciptakan, bukan hanya untuk mengingat dan meniru. Pendidikan yang membentuk manusia yang cerdas adalah pendidikan yang menumbuhkan kreativitas dan kritis, bukan sekadar kemampuan untuk menghafal informasi yang terbatas.

Maka dari itu, mari kita perbaiki cara kita mendidik generasi mendatang. Fokuskan pada pemahaman, diskusi, dan aplikasi pengetahuan yang lebih dalam, agar pendidikan tidak lagi menjadi proses mekanis yang mengubah kita menjadi “mesin hafalan”, tetapi sebuah sarana untuk melahirkan individu-individu yang cerdas, kritis, dan mampu beradaptasi dengan perubahan zaman.