Jakarta – Polemik penghentian tenaga pendamping profesional (TPP) oleh Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Kemendes PDT) terus menuai sorotan. Wakil Ketua Komisi V DPR RI, Syaiful Huda, menilai kebijakan tersebut tidak didasarkan pada indikator kinerja yang jelas dan mengingatkan agar pengelolaan tenaga pendamping desa dilakukan secara profesional, bukan berdasarkan alasan suka atau tidak suka (like and dislike). Senin 03/03/2025

Dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Perkumpulan Tenaga Pendamping Desa Indonesia (Pertepedesia) yang dihadiri lebih dari 100 perwakilan dari seluruh Indonesia di Gedung DPR RI, Huda menegaskan bahwa pengelolaan tenaga profesional di kementerian atau lembaga negara harus berlandaskan Key Performance Indicator (KPI) yang terukur.

Baca juga : Sosialisasi Perda Lingkungan Hidup di Pondok Pesantren Al-Fathimiyah

“Kami meminta agar pengelolaan tenaga pendamping profesional tidak dilakukan berdasarkan faktor emosional atau politis. Harus ada indikator kinerja yang jelas untuk memastikan mereka bekerja sesuai dengan tujuan keberadaan mereka,” kata Huda.

Pencalonan Sebagai Caleg Bukan Alasan Penghentian
Huda mempertanyakan keputusan Kemendes PDT yang menghentikan sejumlah TPP karena mereka mencalonkan diri sebagai anggota legislatif (caleg). Menurutnya, alasan tersebut tidak memiliki dasar hukum yang kuat. Ia menegaskan bahwa TPP memiliki hak politik yang dilindungi oleh undang-undang untuk mencalonkan diri dalam pemilihan legislatif.

“Dari sudut pandang hukum, TPP yang maju sebagai caleg tidak melanggar aturan apa pun. Tidak ada laporan pelanggaran dari Bawaslu atau KPU yang melibatkan mereka. Jadi, penghentian mereka terasa tidak berdasar dan dibuat-buat,” ujarnya.

Huda juga mengungkapkan bahwa berdasarkan laporan Pertepedesia, Komisi Pemilihan Umum (KPU) sebelumnya telah berkomunikasi dengan Kemendes PDT dan menyatakan bahwa tidak ada masalah jika tenaga pendamping desa mencalonkan diri sebagai caleg. Namun, keputusan sepihak untuk menghentikan mereka justru menciptakan ketidakpastian dan kerugian bagi para pendamping desa.

Pendamping Desa dari Berbagai Partai Politik
Lebih lanjut, Huda menjelaskan bahwa TPP yang mencalonkan diri sebagai caleg tidak hanya berasal dari satu partai politik tertentu. Mereka berasal dari berbagai partai besar, seperti PDI Perjuangan, PKB, Golkar, hingga Gerindra. Hal ini menunjukkan bahwa pencalonan mereka tidak didorong oleh kepentingan politik tertentu, melainkan sebagai wujud keinginan untuk berkontribusi lebih besar bagi pembangunan desa.

“Selama ini, pendamping desa yang maju sebagai caleg berasal dari berbagai partai politik. Tidak ada dominasi satu partai, dan hal ini membuktikan bahwa pencalonan mereka adalah hak politik pribadi yang tidak perlu dipersoalkan,” ujar Huda.

Baca juga : Kesunnahan Shalat Tarawih dan Keutamaan Doa Kamilin di Bulan Ramadan

Desakan Pengelolaan yang Profesional
Huda menyerukan agar pengelolaan tenaga pendamping desa, pendamping keluarga harapan di Kemensos, atau penyuluh koperasi di Kementerian Koperasi dan UKM dilakukan secara profesional. Ia menekankan pentingnya kontrak kerja yang mengedepankan KPI yang jelas dan tujuan yang terukur.

“Kami mendukung langkah-langkah hukum maupun politik yang diambil oleh para TPP yang merasa dirugikan. Mereka adalah aset penting bagi pembangunan desa dan harus diperlakukan dengan adil,” tutup Huda.***

Bandung – Wakil Ketua Komisi V DPR RI, Syaiful Huda, memberikan dukungannya terhadap wacana pengoperasian kembali Bandara Husein Sastranegara di Kota Bandung. Dukungan ini disampaikan oleh Syaiful Huda saat ditemui di gedung DPRD Jawa Barat pada Sabtu, 18 Januari 2025. Menurut politisi dari Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) ini, pengoperasian kembali Bandara Husein sangat penting untuk mendukung perekonomian Kota Bandung dan sekitarnya.

Syaiful Huda mengungkapkan bahwa dorongan untuk mengoperasikan kembali Bandara Husein Sastranegara memang datang dari berbagai pihak, termasuk Wali Kota Bandung terpilih, M. Farhan, serta kelompok masyarakat seperti pedagang di Pasar Baru. “Saya setuju jika Bandara Husein dioperasikan kembali. Pengalihan penerbangan ke Bandara Kertajati justru menimbulkan masalah baru, bukan solusi,” kata Syaiful Huda setelah acara Spotlight bersama Fraksi PKB DPRD Jabar.

Baca juga : Warga Indonesia Kaya Kalau Belanja Rp20 Ribu Sehari: Benarkah?

Politisi yang juga menjabat sebagai Ketua DPW PKB Jabar ini menambahkan, pengoperasian kembali Bandara Husein tidak hanya akan meningkatkan sektor pariwisata, tetapi juga akan memberikan dampak positif bagi ekonomi lokal. Sejak masih beroperasi, Bandara Husein Sastranegara telah menjadi primadona bagi wisatawan domestik maupun mancanegara. Keberadaannya juga sangat mendukung berbagai sektor ekonomi seperti pedagang di Pasar Baru dan pelaku industri pariwisata di sekitar bandara.

Syaiful Huda juga menyatakan bahwa pihaknya sudah berkomunikasi dengan Wakil Menteri Perhubungan, Suntana, mengenai pentingnya menghidupkan kembali Bandara Husein. Ia menambahkan bahwa dalam waktu dekat, dirinya akan segera berkomunikasi dengan Menteri Perhubungan untuk membahas kelanjutan dorongan ini. “Ini bukan memulai dari awal, tapi menghidupkan kembali potensi besar yang ada,” tegasnya.

Baca juga : Bupati Aep Tinjau Proses Pengolahan Sampah di TPST Mekarjati Karawang

Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS) Jawa Barat, jumlah wisatawan mancanegara yang masuk melalui Bandara Kertajati pada Juni 2024 tercatat hanya 687 orang, jauh berkurang dibandingkan dengan kedatangan wisatawan saat Bandara Husein Sastranegara masih beroperasi. Pada Juni 2019, sebelum pandemi COVID-19, Bandara Husein mencatatkan kedatangan 8.652 wisatawan mancanegara.

Tren ini menunjukkan bahwa Bandara Husein Sastranegara memiliki potensi yang besar untuk mendukung sektor pariwisata dan perekonomian di Jawa Barat. Oleh karena itu, Syaiful Huda berharap pemerintah dapat segera merealisasikan pengoperasian kembali Bandara Husein Sastranegara demi kemajuan ekonomi daerah dan sektor pariwisata yang lebih berkembang.(*)

Karawang – Wakil Ketua Komisi V DPR RI, Syaiful Huda, menggelar reses bersama ratusan pendamping desa se-Kabupaten Karawang di Rumah Makan Indo Alamsari, Senin (13/1/2025).

Dalam kesempatan tersebut, Syaiful Huda menekankan pentingnya penerapan Undang-Undang Infrastruktur dan pemanfaatan dana desa untuk mendukung pembangunan di desa-desa, khususnya dalam program ketahanan pangan.

“Kami akan terus melakukan follow-up terhadap agenda perjuangan yang menjadi prioritas Presiden Prabowo Subianto, khususnya terkait dengan ketahanan pangan. Hal ini agar program ketahanan pangan yang menjadi fokus Presiden dapat berjalan dengan baik,” ujar Syaiful Huda setelah kegiatan reses.

Reses Bersama Pendamping Desa dan DPRD Fraksi PKB Karawang

Menurutnya, program ketahanan pangan ini akan dimulai dari desa-desa dengan pemanfaatan dana desa yang telah dialokasikan. Huda menjelaskan bahwa anggaran dana desa sebanyak 30 persen akan difokuskan untuk mendukung program ketahanan pangan, yang dapat digunakan untuk pembangunan irigasi, perbaikan jalan menuju sawah, dan kebutuhan lain yang mendukung ketahanan pangan.

Baca juga : Indonesia dan Qatar Sepakat Bangun 3 Juta Rumah, Syaiful Huda Ingatkan Potensi Over Supply

“Mandatorinya 30 persen dari total dana desa akan dialokasikan untuk ketahanan pangan. Penggunaan anggaran ini untuk pembangunan infrastruktur seperti irigasi, perbaikan jalan, dan sebagainya yang mendukung sektor pertanian,” tambahnya.

Huda juga menjelaskan bahwa pemerintah bekerja sama dengan Kementerian Pekerjaan Umum (PU) untuk alokasi anggaran yang lebih tepat sasaran. “Anggaran Kementerian PU, yang awalnya diperuntukkan untuk pembangunan tol dan waduk besar, kini lebih diprioritaskan untuk pembangunan irigasi sekunder dan tersier, yang langsung bermanfaat bagi lahan pertanian,” pungkasnya./didi

Jakarta – Indonesia dan Qatar telah sepakat untuk bekerja sama dalam membangun Program 3 Juta Rumah, sebagai bagian dari realisasi janji kampanye Presiden Prabowo Subianto. Dalam rencana ini, 1 juta unit rumah akan dibangun di Jakarta dalam bentuk rumah susun. Penandatanganan nota kesepahaman (MoU) investasi antara Indonesia dan Qatar dilakukan pada Rabu, 8 Januari 2025, oleh Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman, Maruarar Sirait, dengan perwakilan Qatar, Syekh Abdul Aziz al-Thani, yang disaksikan langsung oleh Presiden Prabowo Subianto.

Proyek Rumah Susun di Jakarta Harus Sesuai Kebutuhan Pasar

Menanggapi rencana pembangunan rumah susun tersebut, Wakil Ketua Komisi V DPR RI, Syaiful Huda, mengingatkan pentingnya melakukan kajian mendalam terkait kebutuhan dan pasokan rumah di Jakarta. Huda mengungkapkan kekhawatirannya jika proyek ini tidak memperhitungkan potensi over supply atau kelebihan pasokan rumah yang dapat mengganggu likuiditas pengembang perumahan.

Baca juga : Komisi I DPRD Jabar Pantau Aset di Balai Perlindungan Tanaman

“Masuknya investor Qatar untuk terlibat dalam Program 3 Juta Rumah tentu kita sambut baik. Hanya saja perlu dipastikan jumlah kebutuhan rumah di lokasi sasaran sehingga tidak terjadi kelebihan suplai (over supply) rumah yang mengganggu likuiditas dari pengembang perumahan,” kata Huda dalam keterangan tertulis yang diterima Parlementaria pada Jumat, 10 Januari 2025.

Huda juga menambahkan, jika pasokan rumah lebih banyak dari permintaan pasar, banyak rumah susun yang dibangun bisa kosong dan tidak terisi, yang akan menjadi masalah besar bagi pengembang dan sektor perumahan itu sendiri.

Peran Investor Qatar dalam Proyek 3 Juta Rumah

Meski begitu, Huda menyambut baik keterlibatan investor Qatar yang akan membantu mendanai dan membangun 1 juta rumah susun murah di Jakarta, khususnya di kawasan Kemayoran hingga Senayan. Qatar akan bertanggung jawab penuh dalam penyediaan dana dan pelaksanaan pembangunan rumah, sementara pemerintah Indonesia hanya akan menyediakan lahan untuk proyek tersebut.

“Dukungan dari investor Qatar ini sangat membantu karena anggaran pemerintah Indonesia untuk sektor perumahan terbatas, hanya sekitar Rp40,2 triliun. Ini tentu saja tidak cukup untuk membiayai pembangunan 3 juta rumah per tahun,” ungkap Huda. Pemerintah Indonesia sendiri mengalokasikan dana sekitar Rp5,27 triliun untuk Kementerian Perumahan dan Kawasan Permukiman serta Rp35 triliun untuk pembiayaan perumahan.

Pentingnya Data yang Akurat untuk Optimalisasi Program

Syaiful Huda juga menekankan pentingnya data yang akurat dan solid untuk mendukung keberhasilan program 3 juta rumah per tahun. Data tersebut mencakup status lahan yang akan digunakan, masyarakat berpenghasilan rendah yang menjadi sasaran program, serta regulasi yang menjadi dasar pelaksanaan proyek perumahan.

Baca juga : Komisi I DPRD Jabar Dorong Optimalisasi Kinerja KPID Baru

“Keikutsertaan investor harus dioptimalkan agar program ini dapat terwujud dengan efektif. Semua harus didukung dengan data yang valid agar tidak terjadi ketimpangan antara pasokan dan permintaan rumah,” pungkas Huda.

Dengan dukungan investor asing seperti Qatar, diharapkan Program 3 Juta Rumah dapat segera terealisasi dan membantu memenuhi kebutuhan perumahan yang terjangkau di Indonesia, khususnya bagi masyarakat berpenghasilan rendah. Namun, tetap diperlukan perencanaan yang matang untuk memastikan bahwa proyek ini dapat berjalan dengan baik dan sesuai dengan kebutuhan pasar.(*)