
Karawang – Sebanyak 12 warga asal Kecamatan Cibuaya dan Pedes, Kabupaten Karawang, menjadi korban Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) di Kotawaringin Timur, Kalimantan Tengah. Mereka dipaksa bekerja di perkebunan kelapa sawit tanpa mendapatkan imbalan yang layak. Hal ini diungkapkan oleh Kepala Bidang Perlindungan dan Jaminan Sosial Dinas Sosial Karawang, Asep Achmad, pada Senin, 3 Februari 2025.
Baca juga : Meningkatkan Keterbukaan Informasi Publik, Karawang Gelar Monev 2025
Menurut Asep, kasus ini terungkap setelah kerabat korban melaporkan melalui aplikasi “Tangkar” (Tanggap Karawang) pada 22 Januari 2025. Awalnya, 17 warga Karawang berangkat ke Kotawaringin Timur setelah mendapatkan informasi lowongan pekerjaan di sebuah perkebunan sawit. Mereka dijanjikan bekerja sebagai pembibit dengan gaji Rp 300.000 per hari. Namun, kenyataannya mereka dipekerjakan sebagai pembabat rumput tanpa upah yang dijanjikan. Bahkan, kebutuhan makan sehari-hari pun tidak disediakan.
Proses Evakuasi dan Tindak Lanjut
Asep menjelaskan bahwa laporan melalui aplikasi “Tangkar” ditindaklanjuti dengan melakukan konfirmasi kepada Dinas Ketenagakerjaan dan Dinas Sosial di Kalimantan Tengah. Berdasarkan informasi yang diperoleh, hanya 11 orang warga Karawang yang masih bertahan di Kotawaringin, sementara sisanya telah kabur lebih dulu. Tim dari Dinas Sosial Karawang kemudian menjemput para korban dan berhasil membawa pulang 12 orang, termasuk seorang korban yang ditemukan di kapal saat perjalanan pulang.
“Setelah korban dipulangkan, kami berkoordinasi dengan Disnaker setempat untuk memanggil pengelola PT Bangkitgiat Usaha Mandiri (BUM). Namun, pihak perusahaan mengklaim tidak merasa merekrut tenaga kerja, sehingga masalah ini kemungkinan melibatkan pihak ketiga,” ujar Asep. PT BUM akhirnya bersedia memulangkan para korban, yang kemudian dijemput di Pelabuhan Tanjung Perak, Surabaya, pada 3 Februari 2025.
Baca juga : Efisiensi Anggaran Pemkab Karawang di APBD 2025
Imbauan untuk Warga Karawang
Salah satu korban, Ujang (35), mengungkapkan bahwa selama bekerja di perkebunan sawit, ia dan rekan-rekannya hanya mendapatkan rasa lelah. “Kerjanya dari jam 6 pagi sampai jam 4 sore, ngebabat rumput, tanpa upah dan tidak ada libur. Padahal awalnya dijanjikan bekerja di bagian pembibitan,” ungkap Ujang.
Kepala Dinas Ketenagakerjaan dan Transmigrasi Karawang, Rosmala Dewi, menegaskan bahwa peristiwa ini termasuk TPPO meskipun kejadiannya masih di dalam negeri. Ia mengimbau masyarakat Karawang untuk lebih waspada terhadap janji-janji lowongan pekerjaan. “Warga yang ingin bekerja ke luar daerah sebaiknya mengonfirmasi terlebih dahulu kebenaran informasinya kepada Disnaker. Kami akan membantu melakukan verifikasi dengan pihak terkait,” ujar Rosmala.
Kasus ini menjadi peringatan bagi masyarakat untuk berhati-hati terhadap penawaran pekerjaan yang tidak jelas demi mencegah terjadinya eksploitasi dan TPPO.***