Persoona.id – Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Karawang memberikan kebijakan pembebasan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2) hingga 100 persen untuk lahan sawah milik petani. Hingga awal April 2025, total nilai keringanan pajak yang diberikan mencapai Rp 49.575.033, yang langsung dirasakan manfaatnya oleh ratusan petani di Karawang.

Kebijakan pembebasan PBB-P2 lahan sawah Karawang ini disambut antusias para petani. Salah satunya, Mahmud (52), petani dari Kecamatan Rawamerta, menyebut bahwa program ini sangat membantu biaya operasional pertanian.

Baca juga : Gubernur Dedi Mulyadi Ancam Cabut Izin Tambang dan Tindak Pembakaran Batu Kapur Ilegal di Karst Karawang

Uang yang biasanya saya gunakan untuk bayar PBB, sekarang bisa saya alihkan untuk beli pupuk dan sewa traktor. Alhamdulillah, sangat membantu,” ujarnya, Jumat (25/4/2025).

Plt. Kepala Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Karawang, Sahali, mengatakan bahwa program ini merupakan inisiatif Pemkab Karawang untuk meringankan beban produksi petani, terutama di tengah fluktuasi harga pupuk dan hasil panen.

Program Khusus untuk Petani dengan Syarat Tertentu
Sahali menjelaskan, kebijakan pembebasan pajak ini diberikan kepada petani yang telah mengajukan permohonan dan lolos proses verifikasi administrasi dan kondisi lahan. Adapun kriteria petani yang berhak menerima manfaat program ini adalah:

  • Luas sawah tidak lebih dari 3 hektare per pemilik
  • NJOP (Nilai Jual Objek Pajak) Bumi antara Rp 27 ribu hingga Rp 82 ribu
  • Lahan aktif digunakan untuk kegiatan pertanian pangan seperti padi

“Program ini merupakan bentuk nyata komitmen daerah dalam menjaga keberlanjutan sektor pertanian sekaligus memperkuat ketahanan pangan lokal,” jelas Sahali.

Ia menambahkan bahwa program ini juga sejalan dengan kebijakan nasional dalam mendukung kesejahteraan petani dan ketersediaan pangan.

Bapenda Karawang Dorong Petani Lain Ajukan Permohonan
Sahali mengimbau para petani yang memenuhi syarat untuk segera mengajukan permohonan melalui kantor desa atau kecamatan setempat.

Baca juga : Fraksi PKB Desak Pemprov Jabar Masukkan Program Pesantren dalam RPJMD dan APBD

“Kami terus melakukan sosialisasi agar semakin banyak petani mengetahui dan memanfaatkan program ini,” ujarnya.

Pemerintah menargetkan perluasan manfaat hingga akhir tahun 2025, dengan penyederhanaan proses administrasi dan peningkatan informasi publik.(*)

Persoona.id Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi menegaskan komitmennya untuk menindak tegas segala bentuk pelanggaran lingkungan di kawasan karst Karawang, termasuk kegiatan tambang ilegal dan pembakaran batu kapur yang mencemari udara.

Pernyataan itu disampaikan saat Dedi meninjau langsung lokasi tambang PT Mas Putih Belitung, anak perusahaan dari PT Juishin Indonesia, yang beroperasi di Desa Taman Mekar, Kecamatan Pangkalan, Kamis (24/4/2025). Lokasi ini sebelumnya didemo warga karena diduga merusak lingkungan dan menimbulkan dampak buruk bagi masyarakat sekitar.

Baca juga : Fraksi PKB Desak Pemprov Jabar Masukkan Program Pesantren dalam RPJMD dan APBD

“Kami akan evaluasi. Jika melanggar undang-undang, izin tambangnya akan dicabut,” ujar Dedi Mulyadi.

Gubernur juga menyoroti praktik pembakaran batu kapur oleh warga yang tidak memiliki izin resmi. Menurut laporan pemerintah desa, terdapat puluhan lubang pembakaran aktif di wilayah tersebut yang memicu polusi udara parah.

“Asap hitam dari pembakaran batu kapur ini mencemari lingkungan dan membahayakan kesehatan masyarakat,” kata Dedi.

Ia menekankan bahwa penegakan hukum harus berlaku adil dan tanpa tebang pilih, baik terhadap pelaku usaha maupun masyarakat yang melakukan kegiatan merusak lingkungan.

“Kalau pengusaha ditindak karena merusak lingkungan, masyarakat juga harus ditegur jika melanggar. Semua harus ikut menjaga Karawang,” tegasnya.

Dalam kunjungannya, Dedi juga mengajak masyarakat dan pemerintah desa membangun komitmen bersama untuk memulihkan dan menjaga ekosistem kawasan selatan Karawang.

“Semua kerusakan lingkungan harus kita bereskan bersama-sama. Ini bukan hanya soal hukum, tapi soal masa depan,” katanya.

Baca juga : Pemkab Karawang dan Kejari Tandatangani Nota Kesepakatan Hukum Perdata dan TUN

Kawasan karst di Karawang dikenal sebagai daerah yang rentan terhadap kerusakan ekosistem akibat aktivitas penambangan. Pemerintah Provinsi Jawa Barat berencana melakukan kajian lanjutan untuk memastikan setiap aktivitas tambang dan industri berjalan sesuai aturan dan tidak membahayakan lingkungan jangka panjang.

Persoona.idMasalah sampah tidak hanya terjadi di kota besar, tapi juga di desa-desa, termasuk kawasan pantai seperti Desa Tanjungpakis, Kecamatan Pakisjaya, Kabupaten Karawang. Setahun lalu, warga dan nelayan di sana terbiasa membuang sampah, terutama botol plastik, langsung ke laut. Botol-botol plastik itu kemudian kembali terdampar di bibir pantai, mencemari area wisata yang kerap dikunjungi wisatawan. Tak hanya dari nelayan, sampah plastik juga dibuang sembarangan oleh wisatawan, membuat suasana pantai jadi kotor dan penuh sampah.

Baca juga : Fraksi PKB Desak Pemprov Jabar Masukkan Program Pesantren dalam RPJMD dan APBD

Masalah ini mulai teratasi setelah hadirnya program Bank Sampah. Warga kini mengumpulkan sampah plastik, sementara sampah kertas dibakar di tempat yang telah disiapkan. Program ini merupakan kerja sama Pertamina Hulu Energi Offshore North West Java (PHE ONWJ) dengan Kelompok Kerja Pemberdayaan Masyarakat Pesisir (KKPMP) Tanjungpakis.

Warga, yang sebagian besar adalah istri nelayan, aktif memilah sampah plastik dan nonplastik. Sampah botol air mineral 600 ml dan 1,5 liter menjadi yang paling bernilai, dijual hingga Rp 6.000 per kilogram. Botol ukuran 220 ml dihargai Rp 2.000–Rp 5.000/kg, tutup botol Rp 2.500/kg, dan ember plastik Rp 1.800/kg. Selama setahun terakhir, aktivitas ini menjadi sumber penghasilan tambahan, terutama saat hasil tangkapan nelayan menurun karena cuaca buruk. Ketua KKPMP, Sopyan Iskandar menjelaskan, sampah yang dikumpulkan berasal dari limbah rumah tangga dan industri kecil yang terbawa arus sungai ke pantai, serta sampah yang dibuang sembarangan oleh warga pesisir.

“Memang masih ada masyarakat pesisir yang buang sampah sembarangan. Padahal, wilayah pesisir tidak terjangkau oleh armada sampah dari Dinas Lingkungan Hidup,” ujarnya. Karena itu, warga berinisiatif membentuk Bank Sampah berbasis komunitas agar penanganan sampah lebih efisien dan murah. Kini, warga mulai terbiasa membuang sampah pada tempatnya.

Awalnya, pengelola Bank Sampah membagikan tempat sampah dan buku tabungan gratis ke 114 rumah. Setiap kepala keluarga menjadi nasabah. Dua kali seminggu, petugas dari KKPMP menjemput sampah dari rumah-rumah tersebut, lalu dipilah di tempat khusus. Sampah bernilai ekonomis dijual ke pengepul, sedangkan sisanya dimusnahkan. Hasil penjualan dibagi dua: sebagian untuk operasional, dan sisanya masuk ke tabungan nasabah. Warga bisa mencairkan tabungan kapan saja.

“Masyarakat senang karena dari perilaku buang sampah pada tempatnya ternyata bisa menghasilkan uang. Bahkan ada rumah yang dalam waktu tiga bulan sudah mengumpulkan saldo tabungan mencapai Rp 400 ribu,” kata Sopyan.

Baru jangkau beberapa RT Ia pun berharap program ini bisa diperluas. Saat ini, layanan Bank Sampah baru menjangkau beberapa RT saja. Sopyan juga ingin mengolah sampah lain, seperti eceng gondok dan limbah laut. “Di saluran irigasi banyak eceng gondok. Kami sudah studi banding melihat bagaimana tanaman ini bisa diolah jadi pengganti plastik. Kami juga ingin manfaatkan kerang berduri yang selama ini dibuang karena dianggap hama,” jelasnya. Rencana ini didukung oleh PHE ONWJ. Head of Communication, Relations & CID PHE ONWJ, R. Ery Ridwan mengatakan, program ini sejalan dengan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDG) nomor 12 dan 14.

Baca juga : Pemkab Karawang dan Kejari Tandatangani Nota Kesepakatan Hukum Perdata dan TUN

“Melalui program ini, kami berupaya mengurangi pencemaran laut akibat limbah plastik dan meningkatkan kualitas lingkungan pesisir. Kami percaya kolaborasi antara masyarakat dan sektor swasta bisa menghadirkan solusi inovatif,” ujar Ery. Ia berharap, program ini bukan hanya mengatasi sampah, tapi juga membuka peluang ekonomi baru bagi masyarakat. “Dengan melibatkan istri nelayan sebagai pemilah dan nelayan sebagai pengangkut sampah, kami ingin menciptakan lapangan kerja baru dan meningkatkan kesadaran tentang pentingnya pengelolaan limbah yang berkelanjutan,” katanya.(*)

Persoona.id Setiap pagi, Soleh Saripudin (31), warga Desa Cangkuang Wetan, Kecamatan Dayeuhkolot, Kabupaten Bandung, sudah siap dengan peralatan jualannya. Dengan penuh semangat, ia mendorong gerobak ice cream yang kini menjadi sumber utama penghidupannya. Usaha kecil ini bukan sekadar mata pencaharian, melainkan simbol kebangkitan setelah masa sulit yang ia alami.

Baca juga : Fraksi PKB Desak Pemprov Jabar Masukkan Program Pesantren dalam RPJMD dan APBD

Soleh dulunya adalah buruh pabrik. Namun, beberapa tahun lalu, ia terkena pemutusan hubungan kerja (PHK) yang membuat kehidupannya terpuruk. Ia mengaku sempat menjalani hari-hari penuh kekalutan selama hampir satu tahun tanpa penghasilan tetap.

“Waktu itu saya hanya memikirkan bagaimana caranya bisa kembali menafkahi istri dan dua anak saya,” ungkap Soleh.

Cahaya harapan datang ketika ia mengikuti program pemberdayaan dari Kementerian Sosial Republik Indonesia (Kemensos) yang bekerja sama dengan pemerintah desa. Melalui program tersebut, Soleh mendapatkan bantuan berupa satu set usaha gerobak ice cream.

“Sejak dapat bantuan usaha ice cream ini, saya merasa sangat terbantu. Saya kembali bersemangat dan tidak menyerah,” ujarnya saat ditemui tim Kemensos, Kamis (17/4/2025).

Tak butuh waktu lama, dengan kerja keras dan konsistensi, usaha Soleh mulai menunjukkan hasil. Ia tak hanya mampu mencukupi kebutuhan hidup keluarganya sehari-hari, tetapi juga menyisihkan sebagian keuntungan untuk ditabung.

Kini, namanya dikenal luas di lingkungan tempat tinggalnya. Pribadinya yang murah senyum, pantang menyerah, dan penuh semangat menjadikannya inspirasi bagi warga sekitar.

Baca juga : Pemkab Karawang dan Kejari Tandatangani Nota Kesepakatan Hukum Perdata dan TUN

Program pemberdayaan ini menjadi bukti nyata bahwa dengan dukungan dan kesempatan, masyarakat yang terdampak secara ekonomi bisa bangkit dan mandiri kembali. Kisah Soleh adalah salah satu dari banyak cerita sukses yang lahir dari kepedulian pemerintah melalui Kemensos.(*)

Persoona.id – Ketua Komisi I DPRD Jawa Barat, Rahmat Hidayat Djati, memberikan pernyataan tegas terhadap gaya kepemimpinan Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi, terutama menyikapi kebijakan penghapusan dana hibah untuk pendidikan pesantren yang menuai kritik dari berbagai tokoh agama dan masyarakat.

Melalui pesan pribadi (japri) yang kemudian dibuka untuk publik, politisi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) ini mengingatkan Gubernur agar tidak bersikap ugal-ugalan dalam mengambil kebijakan, serta tidak terjebak pada pola kepemimpinan yang cenderung feodal dan otoriter.

Baca juga : Fraksi PKB Desak Pemprov Jabar Masukkan Program Pesantren dalam RPJMD dan APBD

“Gubernur jangan seperti raja dan terjebak dalam star syndrome. Kepemimpinan daerah itu terikat aturan perundang-undangan, bukan kehendak pribadi,” tegas Rahmat dalam pesan tersebut.

Ia mengungkapkan, dirinya menerima banyak pesan dari para kiai dan tokoh keagamaan dari ormas besar seperti Nahdlatul Ulama, Muhammadiyah, Persis, serta dari paguyuban dan tokoh-tokoh Sunda, termasuk senior dari AMS, DAMAS, hingga Paguyuban Pasundan.

Para sesepuh kasundaan meminta agar DPRD terus mengawal dan mengingatkan dalam fungsi pengawasan, agar KDM (Dedi Mulyadi) tidak melampaui batas sebagai kepala daerah,” tulis Rahmat.

Tak hanya itu, ia juga menyebutkan adanya kekhawatiran dari para akademisi dan jurnalis senior mengenai potensi sikap otoriter yang bisa muncul dari gaya kepemimpinan yang merasa ‘superstar’.

“Star syndrome itu berbahaya. Kalau dibiarkan, bisa menjurus pada sikap arogan dan otoriter. Kita tidak ingin kepala daerah bertindak seenaknya tanpa mengindahkan aturan dan kepentingan masyarakat,” ujarnya.

Baca juga : Gubernur Dedi Mulyadi Ancam Cabut Izin Tambang dan Tindak Pembakaran Batu Kapur Ilegal di Karst Karawang

Rahmat juga menyampaikan bahwa pesan terbuka ini telah ditembuskan kepada Ketua DPRD Jabar dan unsur pimpinan DPRD lainnya sebagai bagian dari pelaksanaan fungsi pengawasan legislatif terhadap eksekutif.

Sebagai penutup, ia menegaskan bahwa DPRD Jawa Barat akan terus menjalankan peran dan fungsinya secara optimal, termasuk dalam mengontrol arah kebijakan agar tetap berpihak pada masyarakat dan nilai-nilai demokrasi.(*)

Persoona.id Dalam forum Rapat Koordinasi Pimpinan (Rakonpim) DPRD Provinsi Jawa Barat, Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) menyampaikan sikap tegas terkait belum diakomodasinya program fasilitasi pesantren dalam rancangan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) 2025–2029 maupun dalam proses penyusunan APBD Tahun Anggaran 2026.

Baca juga : Ketua Komisi I DPRD Jabar Pastikan PSU Tasikmalaya Siap 100 Persen

Hal ini ditegaskan oleh Sekretaris Fraksi PKB, Taufik Nurrohim, yang menyebutkan bahwa absennya program pesantren dalam dua dokumen strategis tersebut berpotensi melanggar mandat hukum nasional maupun daerah yang mewajibkan pemerintah hadir dalam penguatan lembaga pendidikan berbasis masyarakat.

“RPJMD adalah arah lima tahunan pembangunan daerah. Jika pesantren tidak diakui di dalamnya, maka arah pembangunan kita kehilangan basis spiritual dan sosialnya. Ini harus segera dikoreksi,” ujar Taufik dalam forum yang digelar di Kota Bandung, Kamis (24/4).

Regulasi Tegas: Fasilitasi Pesantren adalah Kewajiban, Bukan Pilihan
Fraksi PKB mengingatkan bahwa fasilitasi terhadap pesantren bukan hanya sebuah kebijakan politis, tetapi kewajiban konstitusional yang diatur secara eksplisit dalam berbagai regulasi, antara lain:

UU No. 18 Tahun 2019 tentang Pesantren, Pasal 49 ayat (1):
“Pemerintah dan Pemerintah Daerah wajib memfasilitasi fungsi pendidikan, dakwah, dan pemberdayaan masyarakat pada pesantren.”

Perpres No. 82 Tahun 2021, Pasal 4 ayat (2):
“Pemerintah Daerah dapat mengalokasikan anggaran dalam APBD sesuai dengan kewenangannya.”

Perda Provinsi Jawa Barat No. 1 Tahun 2021, Pasal 6 ayat (1):
“Pemerintah Daerah memberikan fasilitasi dalam bentuk hibah, bantuan keuangan, bantuan teknis, dan/atau bentuk lainnya.”

Pasal 8 Perda yang sama juga menyebutkan:
“Fasilitasi pesantren harus menjadi bagian dari dokumen perencanaan pembangunan daerah.”

Pergub No. 57 Tahun 2021, Pasal 4 ayat (1):
“Fasilitasi hibah kepada pesantren dilaksanakan melalui mekanisme penganggaran APBD dan proses perencanaan pembangunan daerah.”

Fraksi PKB: Revisi RPJMD dan APBD 2026 adalah Keniscayaan
Atas dasar itu, Fraksi PKB mendesak agar Pemerintah Provinsi Jawa Barat segera melakukan revisi dan penyempurnaan terhadap RPJMD 2025–2029 serta menyusun struktur APBD 2026 dengan memastikan program fasilitasi pesantren menjadi prioritas pembangunan.

“Kalau pesantren tidak disebut dalam RPJMD, maka akan sulit hadir di APBD. Ini soal keberpihakan. Jangan sampai regulasi sudah lengkap tapi diabaikan dalam dokumen perencanaan,” tambah Taufik.

Baca juga : DWP Karawang Gelar Sosialisasi Ketahanan Keluarga

Penutup: Pembangunan Harus Berbasis Nilai dan Kearifan Lokal
Menutup pernyataannya, Fraksi PKB menegaskan bahwa penyusunan RPJMD dan APBD harus berlandaskan nilai dan visi pembangunan yang menyeluruh, bukan sekadar angka-angka administratif. Keberadaan pesantren dinilai sebagai fondasi spiritual, sosial, dan kultural yang harus dilibatkan secara aktif dalam arah pembangunan daerah.

“Fraksi PKB berharap forum Rakonpim ini menjadi titik balik untuk menyempurnakan keberpihakan kita terhadap pendidikan keumatan. Karena pesantren bukan beban, tapi kekuatan bangsa,” pungkas Taufik Nurrohim.(*)

Persoona.id Langit kelabu menyelimuti Dusun Dagung, Desa Gonggang, lereng Gunung Lawu, seolah ikut berduka atas wafatnya Mbok Yem, sosok legendaris penjaga warung tertinggi yang telah menemani ribuan pendaki selama puluhan tahun. Mbok Yem menghembuskan napas terakhir pada Rabu (23/4/2025), dalam usia 82 tahun.

Baca juga : Puluhan Biksu Jalani Perjalanan Spiritual Thudong, Singgah di Karawang Menuju Borobudur

Nama Mbok Yem begitu dikenal oleh para pecinta alam dan pendaki gunung. Warung sederhana miliknya yang berada di jalur pendakian Gunung Lawu bukan hanya tempat beristirahat dan menghangatkan diri, tetapi juga rumah penuh kehangatan dan keramahan.

Namun, dalam beberapa waktu terakhir, kondisi kesehatan Mbok Yem menurun drastis. Ia didiagnosis menderita pneumonia akut—infeksi paru-paru serius yang menyebabkan kesulitan bernapas. Selain itu, ia juga mengalami pembengkakan tubuh akibat penurunan kadar albumin serta gangguan metabolisme yang semakin memperlemah daya tahan tubuhnya.

“Mendiang dirawat oleh tiga dokter spesialis: spesialis paru, penyakit dalam, dan jantung,” ungkap Muh Arbain, Humas RSU Siti Aisyiyah Ponorogo, tempat Mbok Yem sempat menjalani perawatan intensif.

Setelah sempat dirawat dan menjalani rawat jalan, kondisi Mbok Yem tak kunjung membaik. Ia akhirnya berpulang di rumahnya, di tengah keluarga dan lingkungan yang mencintainya.

Kabar duka ini langsung menyebar di kalangan pendaki dan pencinta alam. Banyak yang merasa kehilangan sosok yang selama ini menjadi bagian tak terpisahkan dari pengalaman mendaki Gunung Lawu.

Baca juga : Dua Pelajar Tewas Terlindas Truk Saat Berangkat Sekolah di Karawang

Mbok Yem bukan sekadar penjaga warung—ia adalah penjaga semangat, tempat bernaung, dan sumber inspirasi bagi mereka yang menempuh jalur terjal menuju puncak. Wafatnya Mbok Yem meninggalkan duka mendalam, namun juga jejak cinta dan dedikasi yang akan selalu dikenang.

Selamat jalan, Mbok Yem. Warungmu boleh kosong, tapi hangat senyummu akan terus hidup di hati para pendaki.(*)

Persoona.id – Dinas Pendidikan, Pemuda, dan Olahraga (Disdikpora) Kabupaten Karawang menegaskan bahwa tidak akan ada lagi praktik jual-beli kursi dalam proses Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) tahun 2025. Pernyataan ini disampaikan langsung oleh Plt. Kepala Bidang Guru dan Tenaga Kependidikan (GTK) Disdikpora Karawang, Mulyana Surya Atmaja, dalam forum sosialisasi bersama Korwilcambidik, Rabu (23/4/2025).

Baca juga : Dua Pelajar Tewas Terlindas Truk Saat Berangkat Sekolah di Karawang

Mulyana menegaskan bahwa sekolah diwajibkan mengumumkan daya tampung secara terbuka sebelum masa pendaftaran dibuka. Seluruh proses seleksi akan dilakukan secara terintegrasi melalui sistem Data Pokok Pendidikan (Dapodik).

Tidak ada lagi jalur belakang. Proses seleksi akan sepenuhnya mengacu pada Dapodik,” tegasnya.

Ia menjelaskan bahwa calon siswa yang diterima melebihi kuota akan secara otomatis ditandai “merah” di sistem Dapodik, sehingga tidak tercatat sebagai siswa resmi. Tanpa tercatat secara resmi, siswa tersebut tidak akan mendapatkan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS).

Kalau masih coba-coba nitip, ya percuma. Datanya ditolak, BOS-nya hilang,” tandasnya.

Sekolah Negeri Dilarang Tambah Kuota di Luar Jadwal Resmi
Bahkan, jika setelah masa Seleksi Penerimaan Murid Baru (SPMB) kuota belum terpenuhi, sekolah negeri tetap dilarang menerima siswa tambahan. Calon siswa yang tidak tertampung akan diarahkan ke sekolah swasta, madrasah (MI/MTs), atau jalur pendidikan nonformal.

Jalur Penerimaan Siswa Baru 2025 di Karawang
Jenjang SD :

  • Domisili : 70%
  • Afirmasi : 25%
  • Mutasi Luar Kabupaten : 5%
  • PAUD : hanya melalui jalur Domisili

Jenjang SMP:

  • Domisili : 50%
  • KETM (Keluarga Ekonomi Tidak Mampu): 15%
  • Prestasi: 23% (berdasarkan kejuaraan dan nilai rapor)
  • Disabilitas: 5%
  • Anak Guru: 3%
  • Mutasi Luar Kabupaten: 2%

Salah satu ketentuan penting pada jalur domisili adalah bahwa siswa harus sudah terdaftar dalam Kartu Keluarga (KK) minimal satu tahun sebelum mendaftar.

Baca juga : Mbok Yem, Penjaga Warung Tertinggi di Gunung Lawu, Tutup Usia

Mulyana berharap sistem baru ini akan menghadirkan transparansi, keadilan, dan akuntabilitas dalam penerimaan siswa baru di Karawang.(*)

Persoona.idDua pelajar bersaudara, Arista Widia (16) dan Naffilah Nawafil (14), tewas setelah terlindas truk trailer saat hendak berangkat ke sekolah di Jalan Raya Dusun Sukagalih, Desa Karang Anyar, Kecamatan Klari, Kabupaten Karawang, Rabu (23/4/2025) pagi.

Kecelakaan tragis itu terjadi sekitar pukul 06.50 WIB. Berdasarkan informasi yang dihimpun, kedua korban merupakan pelajar SMPN 2 Klari dan saat itu tengah mengendarai sepeda motor dengan nomor polisi B 3824 TOE.

Baca juga : Puluhan Biksu Jalani Perjalanan Spiritual Thudong, Singgah di Karawang Menuju Borobudur

Peristiwa nahas itu merenggut nyawa Naffilah Nawafil di lokasi kejadian. Sementara kakaknya, Arista Widia, sempat dilarikan ke Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Karawang karena mengalami luka berat, namun akhirnya meninggal dunia saat menjalani perawatan.

Kanit Gakkum Satlantas Polres Karawang, Ipda Rudi, mewakili Kasat Lantas AKP Abdurohman, membenarkan kejadian tersebut. Ia menjelaskan bahwa motor yang dikendarai korban terlindas truk trailer bernomor polisi L 8724 UUD yang dikemudikan oleh Diki Wahyudin (23), warga Kabupaten Lebak, Banten.

“Korban Arista mengalami luka berat, sedangkan Naffilah meninggal dunia di tempat dan langsung dibawa ke RSUD Karawang,” ujar Rudi.

Polisi telah mengamankan sopir truk untuk keperluan penyelidikan lebih lanjut. Kendaraan yang terlibat kecelakaan juga telah diamankan sebagai barang bukti di Polres Karawang.

Baca juga : Bupati Karawang Buka Asessmen dan Uji Kompetensi Pejabat Tinggi Pratama

“Kami telah mengamankan sopir truk trailer dan saat ini tengah dilakukan pemeriksaan. Kendaraan yang terlibat dan mengalami kerusakan juga sudah diamankan,” tambahnya.

Pihak kepolisian masih mendalami penyebab pasti kecelakaan dan mengimbau para pengguna jalan untuk lebih berhati-hati, terutama di jam-jam sibuk pagi hari.(*)

Persoona.id – Perjalanan spiritual puluhan biksu dari berbagai negara di Asia dalam rangka ritual Thudong jelang perayaan Waisak 2025, telah memasuki wilayah Kabupaten Karawang, Jawa Barat. Para biksu ini menjalani perjalanan kaki lintas negara dari Thailand menuju Candi Borobudur di Magelang, Jawa Tengah, yang menjadi lokasi utama perayaan Waisak tahun ini.

Baca juga : Bupati Karawang Buka Asessmen dan Uji Kompetensi Pejabat Tinggi Pratama

Para bhante – sebutan untuk para biksu – telah menempuh perjalanan selama dua bulan sejak berangkat dari Thailand pada Februari 2025. Mereka tiba di Karawang pada Senin (21/4/2025) dan disambut hangat oleh umat Buddha di Vihara Sian Djin Kupoh di Tanjungpura, serta menginap di Vihara Shanghamitta yang berlokasi di kawasan Resinda.

Koordinator Thudong di Vihara Shanghamitta, Ragel Nesar, menjelaskan bahwa tradisi Thudong merupakan bentuk ziarah suci yang rutin dilakukan setiap tahun. Para bhante berjalan dari vihara ke vihara, menggelar ritual dan doa, dengan tujuan akhir tiba di Borobudur untuk mengikuti peringatan Hari Raya Waisak pada 17 Mei mendatang.

“Setiap persinggahan para bhante selalu disambut dengan ritual suci, salah satunya pembasuhan kaki oleh umat sebagai bentuk penghormatan,” ujar Ragel.

Menariknya, menurut Ragel, sambutan masyarakat Indonesia sepanjang perjalanan Thudong dinilai paling meriah dan penuh toleransi dibandingkan negara lainnya seperti Malaysia dan Singapura.

“Meski umat Buddha di Indonesia adalah minoritas, sambutan masyarakat sangat luar biasa. Banyak yang memberikan bantuan seperti air minum, makanan, bahkan jas hujan, tanpa memandang latar belakang agama,” ungkapnya.

Thudong bukan hanya menjadi ritual keagamaan, tetapi juga momentum penting memperlihatkan kerukunan antarumat beragama di Indonesia. Ragel berharap perjalanan para bhante tetap lancar dan sehat hingga puncak perayaan Waisak.

Baca juga : Bupati Aep: Korpri Adalah Rumah Para ASN

“Nantinya ribuan umat Buddha akan berkumpul di Candi Borobudur. Semoga semua bhante tiba dengan selamat dan sehat untuk mengikuti puncak perayaan Waisak,” pungkas Ragel.(*)