Karawang – Bila kita melihat kembali jauh ke belakang, ke masa Kerajaan Tarumanegara hingga lahirnya Kabupaten Kara- wang, di Jawa Barat tidak henti-hentinya berlangsung suatu Pemerintahan yang teratur, namun dalam sistem pemerinta- han, pusat pemerintahan (Ibu Kota) dan pemegang kekuasaan mengalami perubahan dan pergantian serta perkembangan, seperti Kerajaan Tarumanegara (357-618 Masehi), dan Kerajaan Sunda (awal abad ke-8 – akhir abad ke-16 Masehi), termasuk Kerajaan Galuh, yang mem- isahkan diri dan Kerajaan Tarumanegara ataupun Kerajaan Sunda pada tahun 671 Masehi, Kerajaan Sumedanglarang (1580-1608 Masehi), Kesultanan Cirebon (1482 Masehi) dan juga pada masa Kesultanan Banten (abad 15 -19 Masehi).

Sekitar abad ke-15 Masehi, agama Islam telah masuk ke Karawang yang dibawa oleh Ulama Besar Syeikh Ha- sanudin bin Yusuf Idofi dari Champa yang terkenal dengan sebutan Syeikh Quro, sebab disamping ilmunya yang sangat tinggi, Syeikh Quro merupakan seorang hafidz Al-Qur’an yang bersuara merdu.

Kemudian ajaran agama Islam yang beliau syiarkan, dilanjutkan penyebarannya oleh Wali yang dikenal dengan Wali Sanga.

Pada masa itu daerah Karawang sebagian besar masih merupakan hutan belantara serta daerah yang dikeliingi oleh rawa rawa. Hal ini yang menjadikan dasar pemberian nama Karawang, yang berasal dan Bahasa Sunda yaitu Ka-rawa- an yang memiliki arti tempat atau daerah yang berawa-rawa. Bukti lain yang dapat memperkuat pendapat tersebut ada- lah, selain daerah rawa-rawa yang masih ada hingga saat ini, banyak juga tempat di daerah Karawang ini yang pena- maannya diawali dengan kata “rawa”. Seperti Rawasari, Rawagede, Rawamerta, Rawagempol, Rawagabus, Rawasikut, dan lain-lain.

Keberadaan daerah Karawang, telah dikenal sejak masa Kerajaan Padjajaran (yang berpusat di Bogor), karena pada masa itu, Karawang merupakan satu-satunya jalur lalu lintas yang sangat penting sebagai jalur transportasi hub- ungan antara dua Kerajaan besar, yakni Kerajaan Padjadja- ran dengan Kerajaan Galuh Pakuan yang berpusat di Ciamis.

Sumber lain (buku-buku yang dicatat dalam sejarah bangsa Portugis) tahun 1512 dan 1552 menerangkan bahwa “pelabuhan – pelabuhan penting” dari Kerajaan Padjajaran adalah “CARAVAN”. Yang dimaksud sebagai “CARA- VAN” dalam sumber tadi adalah tentang letak daerah Kara- wang yang berada di sekitar Sungai Citarum.

Sejak dahulu kala, bila akan melewati daerah rawan, demi keamanan di jalan, orang-orang selalu bepergian secara berkafilah atau rombongan dengan menggunakan he- wan seperti kuda, sapi, kerbau atau keledai. Demikian juga halnya yang mungkin terjadi pada zaman dahulu Kesatuan- kesatuan kafilah yang dalam bahasa Portugisnya disebut “CARAVAN”. Membuat pelabuhan-pelabuhan yang be- rada disekitar muara Sungai Citarum yang menjorok hingga ke daerah¬daerah pedalamannya sehingga dikenal dengan sebutan “CARAVAN”. Yang kemudian berubah menjadi Karawang.

Dari Kerajaan Pakuan Padjajaran, ada sebuah jalan yang dapat menjadi acuan menuju daerah-daerah seperti : Cileungsi atau Cibarusah. Warunggede, Tanjungpura, Kara- wang, Cikao, Purwakarta, Rajagaluh, Talaga, Kawali dan berpusat di Kerajaan Galuh Pakuan, di sekitar Ciamis dan Bojonggaluh.

Luas wilayah Kabupaten Karawang saat itu tidak sama dengan luas wilayah Kabupaten Karawang pada masa sekarang. Pada saat itu, luas Kabupaten Karawang meliputi Bekasi, Subang, Purwakarta, dan Karawang sendiri.

Setelah Kerajaan Padjajaran runtuh pada tahun 1579 Masehi, satu tahun setelah itu tepatnya tahun 1580 Masehi, berdirilah Kerajaan Sumedanglarang sebagai penerus Pemerintahan Kerajaan Padjajaran dengan Rajanya yang bernama Prabu Geusan Ulun, putera dari pernikahan Ratu Pucuk Umun (disebut juga Pangeran Istri) dengan Pangeran Santri keturunan Sunan Gunungjati dari Cirebon.

Kerajaan Islam Sumedanglarang, menempatkan pusat pemerintahanya (Kotaraja) di Dayeuhluhur, dengan mem- bawahi Sumedang, Galuh, Limbangan, Sukakerta dan Kara- wang. Setelah Prabu Geusan Ulun wafat pada tahun 1608 Masehi, pemerintahan digantikan oleh puteranya yang ber- nama Ranggagempol Kusumandinata, beliau adalah putra Sang Prabu Geusan Ulun dan istrinya Harisbaya, keturunan Madura. Pada masa itu, di Jawa Tengah telah berdiri Kera- jaan Mataram dengan rajanya yang bernama Sultan Agung (1613-1645 Masehi). Adapun salah satu cita-cita Sultan Agung adalah menguasai seluruh pulau Jawa serta mengusir Kompeni (Belanda) dari Batavia.

Sebagai raja Sumedanglarang, Ranggagempol Kusu- mandinata masih mempunyai hubungan kekeluargaan dengan Sultan Agung sendiri, dan beliau juga mengakui kedaulatan Kerajaan Mataram. Maka pada tahun 1620 Masehi, Ranggagempol menghadap ke Mataram dan me- nyerahkan Kerajaan Sumedanglarang dibawah naungan Ke- rajaan Mataram. Sejak itu, Kerajaan Sumedanglarang dikenal dengan sebutan “PRAYANGAN”.

Kemudian Rangagempol Kusumandinata diangkat oleh Sultan Agung sebagai Bupati Wedana untuk tanah Sunda, dengan batas-batas wilayah yaitu di sebelah timur Kali Cipamali, sebelah barat Kali Cisadane, di sebelah utara Laut Jawa dan di sebelah selatan Laut Kidul.

Karena Kerajaan Sumedanglarang berada di bawah naungan Kerajaan Mataram, maka dengan sendirinya Kara- wang pun berada di bawah kekuasan Mataram.

Pada tahun 1624, Ranggagempol Kusumandinata wafat, beliau dimakamkan di Bembem, Yogyakarta. Se- bagai penggantinya, Sultan Agung mengangkat Rangga Gede, putera Prabu Geusan Ulun dan istrinya Nyi Mas Gedeng Waru dari Sumedang. Rangga Gempol II, putera Ranggagempol Kusumandinata yang semestinya menerima Tahta Kerajaan, merasa disisihkan dan sakit hati. Kemudian beliau berangkat ke Banten untuk meminta bantuan kepada Sultan Banten agar dapat menaklukkan Kerajaan Sumedanglarang. Dengan imbalan apabila berhasil, maka seluruh wilayah kekuasaan Sumedanglarang akan dis- erahkan kepada Sultan Banten. Sejak itulah banyak tentara Banten dikirim ke Karawang, terutama di sepanjang Sungai Citarum, di bawah pimpinan Pager Agung dengan bermar- kas di Udug-Udug.

Pengiriman bala tentara Banten ke Karawang dil- akukan oleh Sultan Banten bukan saja untuk memenuhi per- mintaan Rangga Gempol II, tetapi merupakan awal usaha Banten untuk joecuppas menguasai Karawang sebagai persiapan untuk merebut kembali pelabuhan Banten yang telah dikuasai oleh Kompeni (Belanda) yaitu Pelabuhan Sunda Kelapa.

Masuknya tentara Banten ke Karawang beritanya te- lah sampai ke Mataram. Pada tahun 1624, Sultan Agung mengutus Surengrono (Aria Wirasaba) dan Mojo Agung Jawa Timur, untuk berangkat ke Karawang dengan mem- bawa 1000 prajurit dengan keluarganya, dari Mataram me- lalui Banyumas dengan tujuan untuk membebaskan Kara- wang dari pengaruh Banten, mempersiapkan logistik (dengan membangun gudang-gudang beras) dan meneliti rute penyerangan Mataram ke Batavia.

Di Banyumas, Aria Surengrono meninggalkan 300 prajurit dengan keluarganya untuk mempersiapkan logistic dan penghubung ke Ibukota Mataram. Dari Banyumas per- jal-anan Aria Surengrono dilanjutkan dengan melalui jalur utara melalui Tegal, Brebes, Cirebon, Indramayu dan Ciasem. Di Ciasem ditinggalkan lagi 400 prajurit dengan keluarganya kemudian perjalanan dilanjutkan lagi ke Kara- wang. Setibanya di Karawang, dengan sisa 300 prajurit dan keluarganya, Aria Surengrono, menduga bahwa tentara Banten yang bermarkas di Udug-udug, mempunyai per- tahanan yang sangat kuat, karena itu perlu diimbangi dengan kekuatan yang memadai pula.

Langkah awal yang dilakukan Aria Surengrono mendirikan 3 (tiga) desa yaitu Desa Waringinpitu (Te- lukjambe), Desa Parakan Sapi (di Kecamatan Pangkalan yang sekarang telah terendam Waduk Jatiluhur) dan Desa Adiarsa (sekarang termasuk di Kecamatan Karawang), dengan pusat kekuatan di Desa Waringinpitu.

Karena jauh dan sulitnya hubungan antara Karawang dengan Mataram, Aria Surengrono atau Aria Wirasaba be- lum sempat melaporkan tugas yang sedang dilaksanakannya kepada Sultan Agung di Mataram. Keadaan ini menjadikan Sultan Agung mempunyai anggapan bahwa tugas yang diberikan kepada Aria Wirasaba gagal dilaksanakan.

Demi menjaga keselamatan wilayah kerajaan Mata- ram di daerah barat, pada tahun 1628 dan 1629, bala tentara Kerajaan Mataram, diperintahkan Sultan Agung untuk melakukan penyerangan terhadap VOC (Belanda) di Bata- via. Namun serangan ini gagal disebabkan keadaan medan sangat berat, berjangkitnya triniteers malaria dan kekurangan perse- diaan makanan.

Dari kegagalan tersebut, Sultan Agung menetapkan daerah Karawang sebagai pusat logistik yang harus mempunyai pemerintahan sendiri dan langsung be- rada di bawah pengawasan Mataram dan harus dipimpin oleh seorang pimpinan yang cakap dan ahli perang, mampu menggerakkan masyarakat untuk membangun persawahan guna mendukung pengadaan logistik dalam rangka penyerangan kembali terhadap VOC (Belanda) di Batavia.

Pada tahun 1632 M, Sultan Agung mengutus Wiraper- bangsa dari Galuh dengan membawa 1000 prajurit dan keluarganya menuju Karawang. Tujuan pasukan yang dipimpin oleh Wiraperbangsa adalah untuk membebaskan Karawang dari pengaruh Banten, mempersiapkan logistik sebagai bahan persiapan melakukan penyerangan kembali terhadap VOC (Belanda) di Batavia. Sebagaimana halnya tugas yang diberikan kepada Aria Wirasaba yang telah di- anggap gagal.

Tugas yang diberikan kepada Wiraperbangsa dapat dilaksanakan dengan baik, dan hasilnya dilaporkan kepada Sultan Agung. Atas kcberhasilannya, Wiraperbangsa oleh Sultan Agung dianugerahi Jabatan Wedana (setingkat Bu- pati) di Karawang dan di beri gelar Adipati Kertabumi III serta diberi hadiah sebilah keris yang bernama ” karosinjang “. Setelah penganugerahan gelar tersebut yang dilakukan di Mataram, Wiraperbangsa bermaksud akan segera kembali ke Karawang, namun sebelumnya beliau singgah dulu ke Galuh untuk menjenguk keluarganya atas takdir ilahi beliau wafat di Galuh.

Baca juga : Candi Jiwa: Situs Sejarah Tertua di Karawang

Setelah Wiraperbangsa wafat, Jabatan Bupati di Kara- wang dilanjutkan oleh putranya yang bernama Raden Sin- gaperbangsa. Dengan gelar Adipati Kertabumi IV yang me- merintah pada tahun 1633- 1677. Tugas pokok yang diem- ban Raden Adipati Singaperbangsa mengusir VOC (Bel- anda) dengan mendapat tambahan prajurit sebanyak 2000 dengan keluarganya, serta membangun persawahan untuk mendukung logistik perang.

Hal itu tersirat dalam PIAGAM PLAT KUNING KANDANG SAPI GEDE yang berbunyi lengkap adalah se- bagai berikut:

PANGET INGKANG PIAGEM KANJENG ING KI RANGGA GEDE ING SUMEDANG KAGADEHAKEN ING SI ASTRAWARDANA. MULANE SUN GADEHI PIAGEM, SUN KONGKON ANGGRAKSA KA- GENGAN DALEM SITI NAGARA AGUNG, KILEN WATES CIPAMINGKIS, WETAN WATES CILAMAYA, SERTA KON ANUNGGANI LUMBUNG ISINE PUN PARI LIMANG TAKES PUNJUL TIGA WELAS CILA- MAYA, SERTA KON ANUNGGONI LUMBUNG ISINE PUN PARI LIMANG TAKES PUJUL TIGA WELAS JAIT. WODENING PARI SINAMBUT DENING KI SIN- GAPERBANGSA, BASAKALATAN ANGGARA WA- HANI PIAGEM, LAGI LAMPAHIPUN KIAYI YUDHA- BANGSA KAPING KALIH KI WANGSA TARUNA, INGKANG POTUSAN KANJENG DALEM AMBAKTA TATA TITI YANG KALIH EWU; WADANA NIPUN KYAI SINGAPERBANGSA, KALIH KI WIRASABA KANG DIPURWADANAHAKEN ING MANIRA. SASANGPUN KATAMPI DIPUN PRENAHAREN ING WARINGINPITU LAN ING TANJUNGPURA. ANG- GRAKSA SITI GUNG BANGSA KILEN. KALA NULIS PIAGEM ING DINA REBO TANGGAL PING SAPULUH SASI MULUD TAHUN ALIF. KANG ANULIS PIAGEM MANIRA ANGGAPRANA TITI”.

Terjemahan dalam bahasa Indonesia :

“Peringatan piagam raja kepada Ki Rangga Gede di Sumedang di serahkan kepada Si Astrawardana, sebabnya maka saya serahi piagam ialah karena saya berikan tugas menjaga tanah negara agung milik raja. Di sebelah barat berbatas Cipamingkis, disebelah timur berbatas Cilamaya, serta saya tugaskan menunggu lumbung berisi padi lima takes lebih tiga belas jahit. Adapun padi tersebut diterima oleh Ki Singaperbangsa, basakalatan yang srqinsidethebrand menyaksikan piagam dan lagi kyai Yudhabangsa bersama Ki Wangsa Ta- runa yang diutus oleh raja untuk pergi dengan membawa 2000 keluarga. Pimpinannya adalah Kyai Singaperbangsa dan Ki Wirasaba. Sesudah piagam diterima kemudian mereka di tempatkan di Waringinpitu dan di Tanjungpura. Tugasnya adalah menjaga tanah Negara Agung di sebelah barat.

Baca juga : Monumen Rawagede: Warisan Tragedi Sejarah

Piagam ini ditulis pada hari Rabu tanggal 10 bulan Mulud tahun alif. Yang menulis piagam ini ialah saya, Ang- gaprana Selesai”.

Tanggal yang tercantum dalam Piagam Plat Kuningan Kandang Sapi Gede, ditetapkan sebagai Hari Jadi Kabu- paten Karawang. Berdasarkan hasil penelitian panitia se- jarah yang dibentuk dengan Surat Keputusan Bupati Kepala Daerah Tingkat II Karawang nomor 170/PEM/H/SK/1968 tanggal 1 Juni 1968 yang telah men-gadakan penelitian dan pengkajian terhadap tulisan:

Dr. Brandes dalam “Tyds Taal Land En Volkenkude” XXVIII halaman 352, 355 yang menetapkan tahun 1633 sebagai tahun jadinya Karawang,
Dr. R. Asikin Wijayakusumah dalam “Tyds TaaI Land En Volkenkude” XXVIII 1937 AFL.2 halaman 188- 200 (Tyds Batavisch Genot Schap DL.77,1037) hala- man 178-205 yang menetapkan tahun 1633 sebagai ta- hunjadinya Karawang,
Batu nisan makam panembahan Kyai Singaperbangsa di Manggung Ciparage Desa Manggungjaya Kecama- tan Cilamaya yang bertulis angka 1633-1677 dalam huruf Latin redesactivassas.
Babad Karawang yang ditulis oleh Mas Sutakarya menulis tahun 1633.
Hasil penelitian dan pengkajian panitia tersebut menetapkan bahwa Hari Jadi Karawang pada tanggal 10 Rabiul Awal tahun 1043 Hijriah, atau bertepatan dengan tanggal 14 September 1633 M atau hari Rabu tanggl 10 Mulud 1555 tahun Jawa / Saka.(*)

Bandung – Daftar nama Anggota Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Jawa Barat periode 2024-2027 akan diumumkan oleh DPRD Jawa Barat dan dilantik oleh Pj. Gubernur Jawa Barat Bey T. Machmudin di Gedung Sate, Kota Bandung, pada Senin (30/12/2024) besok.

Tujuh nama anggota terpilih tersebut telah mengikuti uji kepatutan dan kelayakan (fit and proper test) di depan pimpinan dan anggota Komisi 1 DPRD Jawa Barat pada 23-24 Desember 2024. Mereka terpilih setelah melalui proses seleksi ketat dari 21 calon anggota yang diuji.

Ketua Komisi 1 DPRD Jawa Barat, Rahmat Hidayat Djati, mengatakan bahwa pihaknya telah menerima hasil seleksi dari tim penilai. Dari 21 calon, terpilihlah 11 orang terbaik, dengan tujuh orang di antaranya akan dilantik sebagai anggota KPID Jabar, dan empat orang lainnya sebagai cadangan.

“Selamat kepada tujuh orang yang terpilih. Empat lainnya akan menjadi cadangan. Insya Allah mereka akan dilantik pada Senin nanti,” ujar Rahmat dalam keterangan tertulis yang diterima persoona Minggu (29/12/2024).

Rahmat juga menekankan pentingnya percepatan program kerja oleh anggota KPID Jabar yang baru dilantik untuk menjaga kualitas penyiaran di Jawa Barat, yang menjadi mata dan telinga masyarakat.

“Tantangan industri media penyiaran saat ini berbeda. Kita harus bergerak cepat untuk menyelamatkan industri penyiaran. Semoga yang terpilih dapat menjaga isi siaran sesuai dengan amanat Undang-Undang No. 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran,” ungkap Rahmat.

Selain menghadapi perkembangan teknologi, Rahmat juga mengingatkan bahwa lembaga penyiaran kini bersaing dengan platform digital global. Oleh karena itu, penting adanya regulasi yang adil untuk menjaga dan melindungi ekosistem penyiaran, terutama di Jawa Barat.

“Radio dan televisi, selain sebagai media hiburan, juga memiliki misi pendidikan dan informasi. Maka, kita perlu melindunginya,” tambahnya.

Tujuh nama yang terpilih berdasarkan peringkat adalah:

  1. Achmad Abdul Basith
  2. Adiyana Slamet
  3. Almadina Rakhmaniar
  4. Dadan Hendaya
  5. Jalu Pradhono Priambodo
  6. Dede Kania
  7. Lukman Munawar Fauzi

Sementara itu, empat nama yang terpilih sebagai cadangan adalah:

  1. M. Sudama Dipawikarta
  2. Muhammad Ridha
  3. Meria Octavianti
  4. Mokhamad Syafurohman.

Kami mengucapkan selamat kepada tujuh anggota yang terpilih sebagai komisioner KPID Jawa Barat untuk periode 2024-2027. Semoga dapat menjalankan tugas dengan baik, menjaga integritas penyiaran, dan memberikan kontribusi positif bagi kemajuan industri media di Jawa Barat. Selamat bertugas.(*)

Bandung – Menjelang pergantian tahun baru, Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Jawa Barat (Jabar) menggelar Refleksi Tahun 2024 dan Outlook Tahun 2025 di Rooftop Gedung DPRD Jabar Jalan Diponegoro No. 27, Kota Bandung pada Jumat, 27 Desember 2024. Agenda yang digelar dalam rangka melaksanakan tugas dan fungsi DPRD Jabar mengangkat tema “Mewujudkan Pemerintahan yang kuat, peduli dan melayani”. Refleksi Tahun 2024 dan Outlook Tahun 2025 diisi dengan diskusi menghadirkan dua narasumber Rektor Sekolah Tinggi Pembangunan Masyarakat Desa “APMD” Yogyakarta Dr. Sutoro Eko Yunanto, M.Si dan Kepala Program Pasca Sarjana Ilmu Pemerintahan Universitas Padjajaran Prof. Dr. Nandang Alamsyah Delianoor, SH., M.Hum, dipandu oleh Anggota Komisi I DPRD Jabar Dindin Abdullah Ghozali.

Sutoro Eko dalam pemaparannya menyampaikan bahwa kehadiran pemerintah harus senantiasa memberikan perlindungan bagi rakyat. “Secara prinsip bahwa pemerintahan atau pemerintah itu dibuat esensinya adalah melindungi orang banyak, melindungi rakyat dari rampasan segelintir orang itu filsafat dasarnya,” kata dia. Kemudian ia memaparkan jenis-jenis pemerintahan yang senantiasa berkompetisi, kendati untuk menghadirkan pemerintah yang dicita-citakan menurutnya harus menjalankan model pemerintah bersama di dalam masyarakat. “Kalau kita mau membangun pemerintah yang kuat, maka prinsipnya kita harus menjalankan pemerintah di dalam masyarakat atau yang namanya demokrasi itu, dari rakyat, oleh rakyat, untuk rakyat, meskipun harus diakui Demokrasi kita masih rapuh, masih sibuk ngomong dari rakyat, belum untuk rakyat,” paparnya.

Sementara itu, Nandang Alamsyah menyoroti perlu transformasi tata kelola pemerintahan yang selama ini dipakai. “Menurut pendapat saya ini perlu ada transformasi. Tata kelola itu bertranaformasi, bukan hanya good governance banyak pilihan lain, saya tertarik pada penemuan Ali Farazmand. Dia mengenalkan tata kelola pemerintah yang lebih baik dari good governance yaitu sound governance,” katanya. Konsep tata kelola pemerintah good governance yang selama ini dipakai menurutnya abai terhadap kearifan lokal, berbeda dengan itu tata kelola sound governance memperhatikan tata kelola kearifan lokal. “Persia berhasil menjaga negara selama 600 tahun karena menjaga kearifan lokal yaitu toleransi,” paparnya.

Selain itu ia juga menyampaikan pentingnya hukum transformasi dan inovasi pelayanan publik.

Sementara itu Ketua DPRD Jabar Buky Wibawa Karya Guna dalam sambutannya mengapresiasi pemaparan materi dari para narasumber. “Paparannya luar biasa dan itu cukup memprovokasi Gitu ya, jadi supaya kita semua juga berpikir begitu ya sebagai anggota DPRD,” jelas dia. Dalam momentum refleksi ini Buky menerangkan dalam rangka mengukur bagaimana pemerintahan yang kuat, peduli, dan melayani sebetulnya ini pengetahuan mendasar dalam ilmu pemerintahan. “Yaitu pertama adalah sejauh mana pemerintahan itu sudah melaksanakan fungsi pelayanannya, yang kedua sejauh mana pemerintah sudah menjalankan fungsi pembangunannya, dan yang ketiga sejauh mana pemerintah sudah menjalankan fungsi pemberdayaannya,” paparnya. Melalui refleksi ini, ia berharap tiga fungsi pelayanan, pembangunan, dan pemberdayaan ini bisa ditingkatkan terutama oleh pemerintahan baru di Jawa Barat.

Mengahadirkan Masa Depan di Masa Sekarang

Selain itu, ia juga menyampaikan dalam rangka mengejar ketertinggalan yang ada selama ini perlu ada program untuk bagaimana menarik masa depan ke masa sekarang. “Kita bisa menciptakan hal-hal baru yang belum pernah dipikirkan oleh negara lain atau orang lain yaitu dengan konsep percepatan ilmu pengetahuan. Kedepannya memang ini menjadi PR kita bersama jadi program-program tidak lagi jangan pengulangan-pengulangan tetap kalau mau bikin terobosan-terobosan,” jelas Buky. “Jadi semua harus berpikir, harus jadi orang yang pintar lalu kita harus percaya juga kepada teknologi pengetahuan tradisional saya setuju dengan perlunya menjaga nilai-nilai kearifan lokal itu,” sambung dia. Senada dengan itu, Ketua Komisi I DPRD Jabar Rahmat Hidayat Djati menyampaikan menindaklanjut masukan-masukan dalam diskusi ini termasuk konsep menghadirkan masa depan ke masa kini dari ketua DPRD Jabar. “Nanti akan kita dalami sesuaikan dengan yang disampaikan narasumber Mas toro dan Prof Nandang kita akan kemas kegiatan orientasi pembangunan pemerintahan Jawa Barat ke depan tentu dengan gubernur yang akan dilantik mewujudkan itu,” ujar Rahmat.

“Saya kira ini akan menjadi spirit kita meninggalkan tahun 2024 yang dinamikanya tahun politik dan transisi pemerintah baru, baik nasional maupun daerah, provinsi, kota, dan kabupaten. Lalu kita diingatkan tiga fungsi pemerintahan untuk menjadi basis program kita kedepan,” pungkas dia. Turut hadir dalam kegiatan pimpinan DPRD Jabar, Ketua Fraksi, dan Pimpinan Komisi, Mitra Kerja Komisi I DPRD Jabar, Perwakilan Ormas, dan Sejumlah organisasi mahasiswa.(*)

Karawang – Dua Kandidat Siap Bertarung di Musda KNPI Karawang 2025-2028. Pemilihan Ketua DPD KNPI Kabupaten Karawang untuk periode 2025-2028 semakin mendekat. Musyawarah Daerah (Musda) KNPI yang dijadwalkan pada 30 Desember 2024 akan menjadi ajang penting bagi pemuda Karawang untuk menentukan pemimpin yang akan membawa organisasi kepemudaan tersebut ke depan. Saat ini, dua kandidat utama yang telah mendaftar dan siap bertarung adalah Faizal Muhammad, ST, dan Maulana Malik Ibrahim, S.IP.

Musda KNPI kali ini menarik perhatian karena kedua kandidat tersebut telah mengembalikan berkas pendaftaran mereka pada Selasa malam (24/12/2024) di aula Gedung KNPI Karawang. Meskipun sebelumnya ada empat orang yang mengambil formulir pendaftaran, hanya dua kandidat yang memenuhi persyaratan untuk maju dalam Musda tersebut.

Ketua Pelaksana Musda KNPI, Heru, berharap Musda ini dapat menjadi momentum bagi pemuda Karawang untuk mempererat silaturahmi dan konsolidasi setelah perbedaan yang muncul selama Pilkada. “Ini adalah kesempatan untuk menatap Karawang ke depan dengan lebih baik,” ujar Heru.

Faizal Muhammad, ST, menegaskan bahwa Musda bukan hanya soal persaingan, tetapi juga merupakan ajang untuk melanjutkan regenerasi dan proses kepemudaan yang positif. Dia berharap bisa merangkul semua pihak dan menjaga kesatuan dalam organisasi. “Musda ini adalah ajang untuk berdinamika dalam melanjutkan regenerasi. Saya berharap kita bisa merangkul semua unsur yang ada di KNPI,” katanya.

Di sisi lain, Maulana Malik Ibrahim, S.IP, menggarisbawahi pentingnya keseimbangan antara penerimaan budaya baru yang baik dan pelestarian budaya lama. Menurut Maulana, kepemimpinan dalam kepemudaan sangat penting untuk merealisasikan perubahan dan pencapaian yang lebih cepat. Ia percaya, dengan kekuatan kepemimpinan yang tepat, pemuda Karawang dapat lebih cepat mencapai tujuan dan visi daerah.

Musda KNPI kali ini diharapkan tidak hanya menjadi ajang pemilihan ketua, tetapi juga sebagai ajang pemersatu dan penguat semangat bagi pemuda Karawang untuk terus bergerak maju demi kemajuan daerah.(*)

Jakarta – Wakil Ketua (Waka) Komisi V DPR RI, Syaiful Huda, menyoroti insiden tumpahnya cairan kimia caustic soda (NaOH) di Jalan Raya Purwakarta-Padalarang, Kabupaten Bandung Barat. Huda menduga terdapat pelanggaran dari perusahaan yang mengangkut cairan B3 (bahan berbahaya dan beracun) tersebut.

“Kami melihat adanya indikasi pelanggaran dalam kasus kebocoran angkutan limbah B3 jenis caustic soda di Jalan Raya Purwakarta-Padalarang. Salah satunya adalah ketidaksesuaian label yang seharusnya mencantumkan keterangan tentang angkutan B3 pada badan kontainer,” ujar Huda kepada wartawan pada Rabu (25/12/2024).

Huda juga mencatat bahwa jalur yang dilintasi angkutan B3 tersebut berada di kawasan padat penduduk. Menurutnya, sopir dan asistennya tidak sigap dalam menangani kebocoran yang terjadi, yang menyebabkan lebih dari 100 pengendara motor dan mobil menjadi korban.

“Jalur yang dilalui angkutan B3 terletak di jalan padat penduduk. Selain itu, kurangnya pengetahuan dari sopir dan asistennya terhadap jenis dan sifat bahan kimia yang diangkut menyebabkan mereka tidak cepat tanggap saat terjadi kebocoran, yang akhirnya memicu banyak korban,” ujar Huda.

Lebih lanjut, Huda menyebutkan bahwa jika pengemudi mengikuti aturan yang berlaku terkait angkutan B3 dari Direktorat Jenderal Hubungan Darat (Dirjen Hubdar) Kementerian Perhubungan (Kemenhub), insiden seperti ini seharusnya dapat dihindari. Ia mencurigai pengemudi tidak memiliki sertifikat khusus untuk mengangkut limbah B3 dari Kemenhub.

“Pengemudi angkutan B3 harus memiliki sertifikat khusus dari Dirjen Hubdar, bukan hanya SIM biasa. Sertifikat ini memastikan bahwa pengemudi atau asistennya memiliki pengetahuan yang memadai mengenai bahan kimia yang mereka angkut, serta prosedur yang harus diambil jika terjadi kebocoran atau situasi darurat lainnya,” terang Huda.

Huda mendesak agar sanksi tegas tidak hanya diberikan kepada pengemudi, tetapi juga kepada perusahaan penyelenggara angkutan B3 tersebut. Ia juga meminta Kementerian Perhubungan untuk melakukan pemeriksaan rutin (ramp check) terhadap angkutan B3 untuk meminimalkan kejadian serupa di masa depan.

“Kami mendesak agar sanksi tegas diberikan kepada pengemudi dan perusahaan penyelenggara angkutan B3 yang menyebabkan insiden berbahaya di Padalarang, Jawa Barat. Kami juga meminta agar Kemenhub kembali melakukan ramp check untuk memastikan angkutan B3 yang beroperasi memenuhi syarat dan ketentuan yang berlaku,” tambah Huda.

Insiden ini terjadi pada Selasa (24/12), di mana lebih dari 100 pengendara motor dan mobil terkena dampak tumpahan cairan kimia NaOH. Para korban mengeluhkan mata perih, kulit gatal, dan rasa panas. Beberapa bahkan mengalami luka bakar.

Kapolres Cimahi, AKBP Tri Suhartanto, melaporkan bahwa hingga saat ini lebih dari 100 orang terdata sebagai korban. Mayoritas korban mengalami luka ringan, sementara empat orang lainnya menderita luka berat berupa luka bakar dan sedang mendapat perawatan di rumah sakit.

“Korban yang terdampak kebocoran cairan B3 ini sudah lebih dari 100 orang. Mayoritas luka ringan, sementara empat orang menderita luka berat dan kini sedang dirawat di rumah sakit,” kata Tri saat ditemui di lokasi kejadian./detiknews

Penjabat Gubernur Jawa Barat Bey Machmudin melantik anggota Komisi Informasi Jawa Barat masa jabatan 2024 – 2028 di Gedung Sate Kota Bandung, Senin (23/12/2024).

“Kepada Anggota Komisi Informasi Jawa Barat masa jabatan 2024 – 2028 yang dilantik, saya mengucapkan selamat bekerja. Jalankan amanah ini dengan sebaik- baiknya, menjadi penjaga keterbukaan informasi yang dapat dipercaya, sekaligus inspirasi bagi masyarakat dalam membangun demokrasi yang lebih baik,” ungkap Bey dalam sambutannya.

Bey menilai Komisi Informasi mempunyai peran penting dalam mengawal keterbukaan informasi yang bersilewaran di khalayak secara luas. Dengan begitu, warga Jawa Barat pun dapat menikmati sajian informasi yang sehat dan mencerdaskan.

Baca juga : Menteri Agama Nasaruddin Umar Ucapkan Selamat Natal 2024 dan Tahun Baru 2025

“Sebagai salah satu pilar demokrasi, Komisi Informasi berperan penting dalam memastikan hak masyarakat untuk mendapatkan informasi yang benar, transparan, dan akuntabel sesuai dengan amanat Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik,” ujarnya.

Maka dari itu, Bey berharap rekan-rekan di anggota Komisi Informasi dapat menciptakan tata kelola informasi yang inklusif dan profesional.

“Oleh karena itu, saya berharap saudara-saudara dapat menjalankan tugas ini dengan penuh integritas, independen dan keberpihakan kepada kepentingan publik,” imbuh Bey.

Tak lupa, Bey berharap Komisi Informasi dapat berkolaborasi dengan pemerintah daerah, akademisi dan masyarakat. Hal itu, untuk memperkuat sinergi dalam menjaga informasi yang sehat.

“Saya berharap Komisi Informasi dapat bersinergi dengan pemerintah daerah, masyarakat sipil, media, dan akademisi dalam membangun ekosistem informasi yang sehat dan berkelanjutan,” tandasnya.

Komisioner yang akan menakhodai KI Jabar, yakni Dadan Saputra, Erwin Kustiman, Husni Farhani Mubarok, Nuni Nurbayani, Yadi Supriadi.

Indeks Keterbukaan Informasi Publik Jawa Barat tahun 2024 meningkat sebesar 0,79 poin menjadi 85,22 poin. Sedangkan tahun 2023 adalah 84,43 poin. Perolehan ini menjadikan Jawa Barat meraih peringkat pertama pada kategori Baik oleh Komisi Infomasi Pusat./rri.co.id

Jakarta Stasiun kereta cepat Whoosh di Karawang resmi melayani penumpang pada hari ini. Keberoperasian stasiun ini diharapkan dapat meningkatkan jumlah penumpang Whoosh yang saat ini masih belum mencapai target harian. 24/12/2024

Wakil Ketua Komisi V DPR RI, Syaiful Huda, menyambut baik pengoperasian Stasiun Karawang yang sempat tertunda akibat keterbatasan akses jalan menuju lokasi stasiun. Menurut Huda, pengoperasian stasiun ini diharapkan mampu mendongkrak jumlah penumpang Whoosh yang masih berada di bawah target yang telah ditetapkan.

Baca juga : Refleksi Tahun 2024 dan Outlook 2025, DPRD Jabar

“Kami sangat mendukung pengoperasian Stasiun Karawang ini. Meskipun sempat terhambat karena akses pendukung yang belum siap, kami berharap dengan beroperasinya stasiun ini bisa mendongkrak jumlah penumpang Whoosh yang hingga saat ini masih di bawah target harian,” ujar Syaiful Huda.

Stasiun Karawang menjadi stasiun keempat dari total empat stasiun yang dirancang untuk rute kereta cepat Whoosh. Selain Karawang, kereta cepat Whoosh juga melayani tiga stasiun lainnya, yakni Stasiun Halim, Stasiun Padalarang, dan Stasiun Tegal Luar.

Sejak resmi beroperasi pada 17 Oktober 2024, hanya tiga stasiun yang dapat melayani penumpang, sementara Stasiun Karawang belum dapat difungsikan karena kendala akses jalan menuju stasiun tersebut.

Target Penumpang Masih Jauh dari Harapan

Huda menjelaskan bahwa target harian penumpang untuk kereta cepat Whoosh adalah sekitar 29.000-31.000 orang. Namun, hingga saat ini, jumlah penumpang harian yang tercatat masih berada di kisaran 18.000-19.000 orang. Meskipun tren penumpang terus menunjukkan kenaikan, angka tersebut masih jauh dari target yang telah ditetapkan oleh pemerintah.

“Meskipun ada tren kenaikan jumlah penumpang, angka tersebut masih jauh dari target yang ditetapkan pemerintah. Hal ini tentunya berpengaruh terhadap efektivitas operasional kereta cepat Whoosh,” ungkap Huda.

Baca juga : Respon Pernyataan Menteri PKP, DPR: Tidak Punya Rumah Bukan Berarti Miskin

Dengan beroperasinya Stasiun Karawang, Huda berharap dapat terjadi penambahan jumlah penumpang harian. Berdasarkan studi dari Universitas Indonesia, diperkirakan akan ada tambahan sekitar 3.000-4.000 penumpang per hari jika Stasiun Karawang benar-benar beroperasi.

“Tentu saja, ini adalah tambahan yang signifikan jika bisa terwujud,” tambahnya.

Pentingnya Jumlah Penumpang untuk Efektivitas Whoosh

Syaiful Huda menegaskan bahwa jumlah penumpang Whoosh menjadi indikator utama untuk menilai efektivitas kereta cepat pertama di Asia Tenggara tersebut. Selain itu, Huda juga menyebutkan bahwa ada empat tujuan utama dari pembangunan proyek Whoosh di Indonesia, yaitu:

  1. Mengurangi kepadatan lalu lintas antara Bandung dan Jakarta,
  2. Meningkatkan konektivitas Bandung-Jakarta dan sekitarnya,
  3. Mendorong pertumbuhan ekonomi dan pariwisata, serta
  4. Menjadi simbol modernisasi transportasi di Indonesia.

“Keempat tujuan tersebut sangat bergantung pada jumlah penumpang Whoosh. Jika jumlah penumpangnya sedikit, maka dapat dipastikan bahwa Whoosh ini tidak efektif,” tegas Huda.

Harapan untuk Pertumbuhan Ekonomi di Sekitar Stasiun

Legislator dari Dapil Jabar VII (Karawang, Purwakarta, Kab Bekasi) ini juga berharap agar beroperasinya Stasiun Karawang dapat memberikan dampak positif terhadap perekonomian di sekitar stasiun. Ia mendorong masyarakat setempat untuk memanfaatkan kesempatan dengan menyediakan berbagai layanan barang dan jasa bagi penumpang Whoosh di Stasiun Karawang.

“Ke depan, Pemkab Karawang bisa memanfaatkan akses Whoosh ini untuk menarik lebih banyak wisatawan ke destinasi-destinasi wisata di Karawang dan sekitarnya. Hal ini akan mendukung tujuan Whoosh dalam mendorong pertumbuhan ekonomi dan sektor pariwisata,” pungkas Huda.***

Karawang – Candi Jiwa, situs bersejarah peninggalan Hindu-Buddha, menjadi salah satu candi tertua di Jawa Barat. Secara administratif, candi ini terletak di dua wilayah, yaitu Desa Segaran dan Desa Telagajaya, yang berada di Kecamatan Batujaya dan Kecamatan Pakisjaya. Lokasinya yang dikelilingi persawahan menambah suasana eksotis dan menenangkan bagi pengunjung.

Sejarah Penemuan Candi Jiwa

Candi Jiwa pertama kali ditemukan pada tahun 1984. Penemuan ini tergolong baru, sehingga penelitian terhadap situs ini masih terus dilakukan. Para ahli percaya bahwa candi ini berasal dari masa Kerajaan Tarumanegara hingga Kerajaan Sunda. Selain itu, nama “Candi Jiwa” diberikan oleh masyarakat setempat karena konon setiap kali hewan ternak melewati reruntuhan candi ini, hewan tersebut mati secara misterius.

Keunikan Arsitektur Candi Jiwa

Tidak seperti candi-candi lain yang menjulang tinggi, Candi Jiwa memiliki bentuk oval dengan tinggi empat meter dari permukaan tanah. Bangunannya berbentuk stupa atau arca Buddha yang menyerupai bunga teratai mekar di atas air. Bentuk ini melambangkan kesakralan dan keindahan dalam ajaran Buddha.

Candi Jiwa memiliki dimensi 19 x 19 meter dengan tinggi 4,7 meter. Di bagian atasnya terdapat susunan bata melingkar dengan diameter enam meter yang diperkirakan merupakan bekas stupa. Denah melingkar di tengah candi menjadi daya tarik unik, di mana umat Buddha melakukan ritual mengitari candi searah jarum jam.

Material Bangunan

Bangunan candi terbuat dari batu bata yang dibakar menggunakan kayu. Uniknya, batu bata dari daerah Batujaya memiliki ukuran lebih besar dibandingkan batu bata pada umumnya. Beberapa bagian candi tampak gosong, menandakan teknik pembakaran tradisional yang digunakan pada masa lalu.

Rute Menuju Candi Jiwa

Candi Jiwa berjarak sekitar 50 kilometer dari Jakarta dengan waktu tempuh tiga jam. Pengunjung dapat mengambil rute melalui tol Cikampek, keluar di gerbang tol Karawang Barat, menuju Rengasdengklok, dan akhirnya ke arah Batujaya.

Daya Tarik Wisata Sejarah

Candi Jiwa menawarkan pengalaman wisata sejarah yang mendalam. Dengan bentuknya yang unik dan nilai sejarah yang tinggi, candi ini menjadi destinasi yang wajib dikunjungi bagi pecinta sejarah dan budaya. Selain itu, suasana tenang di tengah persawahan membuat tempat ini cocok untuk refleksi dan ziarah.

Dengan terus berlangsungnya penelitian, Candi Jiwa diharapkan dapat menjadi salah satu ikon sejarah yang tak ternilai di Karawang, sekaligus destinasi wisata edukasi yang menarik bagi generasi mendatang./qie

KarawangHari Ibu di Indonesia diperingati setiap tanggal 22 Desember untuk menghormati perjuangan dan peran ibu dalam kehidupan sosial, keluarga, dan bangsa. Peringatan ini tidak hanya sebagai bentuk penghargaan terhadap ibu, tetapi juga sebagai refleksi atas kontribusi besar yang diberikan oleh perempuan Indonesia dalam berbagai bidang. Sejarah Hari Ibu di Indonesia bermula pada tahun 1928, ketika para perempuan Indonesia berkumpul dalam Kongres Perempuan Indonesia pertama. Kongres ini menjadi tonggak penting dalam memperjuangkan hak-hak perempuan dan mendorong kesetaraan gender.

Pada peringatan Hari Ibu, masyarakat Indonesia merayakannya dengan berbagai kegiatan yang melibatkan anak-anak dan keluarga, seperti lomba menulis surat untuk ibu atau kegiatan sosial yang mendukung pemberdayaan perempuan. Selain itu, Hari Ibu juga menjadi momen untuk meningkatkan kesadaran tentang pentingnya peran ibu dalam pendidikan, keluarga, dan masyarakat. Seiring berjalannya waktu, Hari Ibu semakin dikenal sebagai simbol perjuangan perempuan Indonesia dalam memperoleh hak-hak mereka.

Fakta menarik lainnya adalah bahwa Hari Ibu bukan hanya sebatas perayaan, tetapi juga menjadi pengingat akan peran sentral ibu dalam menjaga keharmonisan keluarga dan memperkuat fondasi sosial negara. Banyak organisasi dan komunitas yang menyelenggarakan acara sosial untuk mendukung ibu dan anak-anak, serta memperjuangkan hak-hak perempuan.

Dengan berbagai kegiatan dan penghargaan, Hari Ibu semakin mendalam maknanya, menjadi ajang untuk menghargai ibu dan memperkuat nilai-nilai keibuan dalam masyarakat./mor

Karawang,23 Desember 2024 – Tim Sanggabuana Javan Gibbon Expedition (SJGE) baru-baru ini menemukan bebatuan aneh di kaki Pegunungan Sanggabuana, Desa Kutamaneuh, Kecamatan Tegalwaru, Karawang. Penemuan ini berlangsung saat tim melakukan pendataan populasi Owa Jawa di kawasan tersebut.

Ketua Tim SJGE, Komarudin, menjelaskan bahwa bebatuan yang ditemukan berbentuk bulat pipih dan menyerupai guci ini berada di sekitar gubuk petani. Sebagian batu tersebut digunakan sebagai tatakan tiang atau tempat asahan. Dengan diameter antara 15–40 cm, beberapa batu juga memiliki lubang di tengahnya, mirip dengan alat penggiling gandum kuno.

Baca juga : Masjid Agung Karawang: Saksi Sejarah Islam di Jawa Barat

Masyarakat setempat menyebut bebatuan ini sebagai fosil dan melaporkan bahwa banyak batu serupa pernah dibawa oleh pendatang untuk dijadikan cincin batu akik. Penemuan ini pun telah dilaporkan ke Dinas Pariwisata dan Kebudayaan (Disparbud) Karawang untuk dilakukan penelitian lebih lanjut.

Kawasan Pegunungan Sanggabuana sendiri dikenal memiliki situs sejarah, termasuk Prasasti Kebon Jambe dan situs megalitikum Gunung Leutik. Namun, lokasi penemuan bebatuan aneh ini belum terdaftar sebagai situs resmi.

Tim Ahli Cagar Budaya dari Disparbud Karawang, Dharma Putra, berencana untuk melakukan pengecekan lapangan dalam waktu dekat. Berdasarkan foto awal, bebatuan tersebut diduga merupakan fosil organik yang terbentuk melalui proses fosilisasi selama 10.000 tahun. Jika terbukti memiliki nilai sejarah, penemuan ini berpotensi menjadi aset penting dalam pengetahuan dan sejarah kawasan tersebut.(*)