Persoona.id – Dalam upaya menyosialisasikan Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 15 Tahun 2017 tentang Pengembangan Ekonomi Kreatif, anggota DPRD Provinsi Jawa Barat H. Budiwanto, S.Si, MM menekankan pentingnya peran seni dan budaya Karawang sebagai bagian vital dari pertumbuhan ekonomi kreatif di wilayah Jawa Barat.

Kegiatan yang turut dihadiri oleh perwakilan Dinas Pariwisata dan Kebudayaan (Disparbud) Kabupaten Karawang ini bertujuan untuk meningkatkan daya saing pelaku ekonomi kreatif lokal sekaligus mendorong kontribusi nyata terhadap Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Jawa Barat.

Baca juga : DPR RI Syaiful Huda Tinjau BPLJSKB Bekasi, Soroti Keselamatan dan Sertifikasi

Seni dan budaya Karawang memiliki potensi luar biasa dalam mendukung ekonomi kreatif. Dengan pengembangan yang tepat, sektor ini bisa menjadi motor penggerak ekonomi daerah,” ujar H. Budiwanto.

Data terbaru mencatat bahwa sektor ekonomi kreatif Jawa Barat menyumbang sebesar 20,73 persen terhadap PDRB provinsi. Di Karawang sendiri, subsektor seni pertunjukan menyumbang Rp1,79 miliar dan melibatkan lebih dari 900 pelaku seni aktif.

Perda No. 15 Tahun 2017 sendiri mendorong peningkatan kreativitas dan daya saing pelaku ekonomi kreatif, termasuk dalam penyediaan infrastruktur, pelatihan, hingga teknologi informasi yang relevan.

Waya Karmila, S.Pd, MM, Kepala Bidang Kebudayaan Disparbud Karawang, turut menyampaikan bahwa Karawang memiliki warisan budaya yang sangat khas seperti kesenian topeng Banjet dan tari jaipong yang sudah dikenal hingga tingkat internasional.

“Pemerintah Kabupaten Karawang kini juga rutin memberikan penghargaan berupa uang kadeudeuh kepada para seniman sebagai bentuk apresiasi,” terang Waya.

Baca juga : Syaiful Huda: Keselamatan Transportasi Nasional Sudah Sangat Darurat

Saat ini tercatat ada 4.523 seniman di Karawang, yang terbagi dalam 467 grup seni tradisi, 134 grup seni modern, dan 56 paguyuban budaya. Pemerintah daerah juga dibantu oleh 3 petugas kebudayaan di tiap kecamatan, bekerja sama dengan Dewan Kebudayaan Daerah Karawang (DKDK).

Dengan sinergi antara pemerintah, legislatif, dan pelaku seni budaya, Karawang diyakini mampu menjadi pusat ekonomi kreatif berdaya saing tinggi di Jawa Barat sekaligus menjaga kelestarian budaya lokal.(*)

Persoona.id – Wakil Ketua Komisi V DPR RI Syaiful Huda memimpin langsung kunjungan kerja spesifik ke Balai Pengujian Laik Jalan dan Sertifikasi Kendaraan Bermotor (BPLJSKB) Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, Jumat (9/5/2025). Kunjungan ini merupakan bagian dari fungsi pengawasan terhadap pembangunan infrastruktur dan transportasi yang dibiayai oleh APBN maupun sumber dana lainnya.

Dalam kunjungan tersebut, Huda menyoroti pentingnya peningkatan standar keselamatan transportasi serta kesesuaian teknis pengujian kendaraan dengan standar ASEAN. Ia mengapresiasi kemajuan pembangunan fasilitas BPLJSKB yang dinilainya sudah berada pada arah yang membanggakan.

Baca juga : Syaiful Huda: Keselamatan Transportasi Nasional Sudah Sangat Darurat

“Kunjungan ini bertujuan untuk melihat secara langsung pembangunan sarana dan prasarana infrastruktur serta transportasi yang dananya berasal dari APBN atau sumber dana lain sesuai peraturan,” ujar Syaiful Huda saat memberikan sambutan di lokasi.

Politisi dari Fraksi PKB ini juga menekankan bahwa kunjungan tersebut merupakan momen penting untuk mendalami berbagai tantangan yang dihadapi BPLJSKB Bekasi, termasuk kondisi peralatan uji, kelengkapan fasilitas pendukung, dan kualitas sumber daya manusia yang menjalankan layanan pengujian kendaraan.

“Fungsi pengawasan kami hari ini fokus pada beberapa hal penting, terutama pengendalian aspek keselamatan (safety) bagi pengguna kendaraan. Sertifikasi laik jalan harus benar-benar memastikan standar keselamatan terpenuhi,” tegasnya.

Syaiful Huda mendorong agar standar pelayanan dapat dijalankan secara konsisten di seluruh unit kerja demi memastikan pengawasan dan pengendalian kualitas kendaraan berjalan optimal. Ia juga mengajak percepatan harmonisasi standar teknis otomotif Indonesia dengan negara-negara ASEAN melalui mekanisme Mutual Recognition Arrangement (ASEAN MRA).

Baca juga : Ratusan Pemuda Karawang Jalani Tes Magang Jepang

Lebih lanjut, Syaiful Huda berharap proyek pembangunan infrastruktur dan sistem transportasi di Kabupaten Bekasi bisa menjadi penggerak utama pertumbuhan ekonomi daerah dan nasional.

“Semua ini kita harapkan dapat mempercepat sektor ekonomi, meningkatkan kesejahteraan masyarakat, serta memperbaiki pelayanan publik,” tutupnya.(*)

Persoona.id – Wakil Ketua Komisi V DPR RI, Syaiful Huda, menyampaikan keprihatinan mendalam atas situasi keselamatan transportasi nasional yang menurutnya telah berada dalam kondisi sangat darurat. Hal ini disampaikannya menanggapi dua insiden kecelakaan maut yang terjadi di Padang Panjang dan Purworejo.

Baca juga : Gebyar PATEN Batujaya Disambut Antusias, Layanan Kesehatan dan UMKM Jadi Daya Tarik Warga

“Kami sudah sampaikan berkali-kali bahwa situasinya memang sudah sangat darurat,” ujar Huda di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (8/5/2025).

Politikus Fraksi PKB ini menegaskan bahwa pemerintah bersama seluruh lembaga terkait harus segera mengambil langkah nyata di lapangan guna mengatasi krisis keselamatan transportasi yang kian mengkhawatirkan.

“Karena itu, butuh langkah-langkah percepatan supaya kedaruratan ini bisa diatasi secepatnya,” tegas Huda.

Sebagai informasi, kecelakaan tragis terjadi pada Selasa (6/5/2025), ketika bus ALS rute Medan-Bekasi via Padang mengalami kecelakaan tunggal di Kelurahan Bukit Surungan, Kota Padang Panjang, Sumatera Barat. Insiden ini menewaskan 12 orang.

Baca juga : Pemprov DKI Jakarta dan Pemkab Karawang Teken Kerja Sama, Dukung Ketahanan Pangan Lewat Panen Raya di Kutawargi

Sementara itu, di Purworejo, Jawa Tengah, sebuah truk dump yang mengalami rem blong menghantam angkot di jalur menurun wilayah Kalijambe, menyebabkan 11 korban jiwa.

Dua tragedi tersebut memperkuat pernyataan Huda bahwa kondisi transportasi nasional saat ini memerlukan intervensi cepat dan reformasi menyeluruh agar keselamatan masyarakat dapat terjamin.(*)

Persoona.id – Polemik pembentukan daerah otonomi baru (DOB) kembali mencuat. Forum Koordinasi Nasional Percepatan Pembentukan Daerah Otonomi Baru (Forkonas PP DOB) menilai wacana pemekaran wilayah sudah saatnya dibahas secara serius, mengingat moratorium pembentukan wilayah baru telah berlangsung hampir satu dekade.

Kami menilai sudah waktunya para pemangku kepentingan duduk bersama, termasuk mendengarkan masukan dari masyarakat sipil. Penutupan kran pemekaran wilayah tidak bijak di tengah masih timpangnya pelayanan publik dan akses pembangunan,” ujar Ketua Umum Forkonas PP DOB, Syaiful Huda, di Jakarta, Jumat (2/5/2025).

Baca Juga : Ketegangan Hercules vs Mardigu Dinilai Ganggu Stabilitas Politik Jabar

Ia mencontohkan desakan pemekaran seperti usulan pemecahan Jawa Tengah menjadi empat provinsi, Jawa Barat menjadi tiga provinsi, hingga pembentukan Daerah Istimewa Surakarta sebagai cerminan dinamika masyarakat yang memiliki dasar objektif.

Menurutnya, pemerintah selama ini cenderung menutup ruang dialog. Alasan klasik seperti DOB menjadi beban APBN, pemicu konflik politik, atau sekadar ambisi elite, kerap digunakan untuk menolak pemekaran.

“Padahal di lapangan ada kondisi nyata yang menuntut pemekaran. Seperti Jawa Barat, dengan penduduk terbesar di Indonesia, hanya memiliki 29 kabupaten/kota. Kabupaten Bogor bahkan menjadi yang terpadat, namun usulan pemekaran Bogor Barat tak kunjung ditindaklanjuti,” ungkap Wakil Ketua Komisi V DPR RI itu.

Huda mengakui tidak semua DOB berhasil, namun kegagalan sebagian wilayah tidak bisa dijadikan alasan menutup semua peluang pemekaran.

Baca Juga : Ketua Komisi I Soroti Seleksi JPT Pemprov Jabar, Tekankan Merit System dan Kompetensi

“Jika ada kendala, ya dievaluasi. Tapi bukan berarti seluruh proses harus dimatikan lewat moratorium,” tegasnya.

Forkonas, kata Huda, siap menerima jika pemerintah menetapkan syarat ketat bagi DOB, asalkan dilakukan secara adil dan transparan.

“Pemekaran bukan soal membangun kantor megah, tapi mendekatkan layanan publik. Apalagi Asta Cita Presiden Prabowo menekankan pentingnya pemerataan pembangunan dari daerah,” pungkasnya.(*)

Persoona.id – Dua tokoh dengan pengaruh besar, tapi bukan pemegang mandat rakyat bertarung dalam perang narasi terbuka yang memancing kegelisahan publik.

Hercules Rosario de Marshall, Ketua Umum GRIB Jaya, mengancam akan mengerahkan 50 ribu massa ke Gedung Sate jika Gubernur Dedi Mulyadi tidak merangkul ormas.

Mardigu Wowiek Prasantyo alias Bossman, Komisaris Utama Independen Bank BJB, membalas lewat unggahan di Instagram:

Baca juga : Ketua Komisi I Soroti Seleksi JPT Pemprov Jabar, Tekankan Merit System dan Kompetensi

“Penduduk Jabar 50 juta nggak akan tinggal diam!”

Rakyat hanya bisa geleng-geleng kepala. Ketika yang satu bicara pengerahan dan yang lain mengklaim representasi massa, publik pun bertanya-tanya: atas nama siapa mereka bicara?

Ketua Komisi I DPRD Jabar, Rahmat Hidayat Djati, angkat bicara menyikapi eskalasi ini. Dalam pernyataan resmi, Rahmat menilai situasi sudah mengarah ke benturan kepentingan bertameng rakyat.

“Perang urat saraf antara Hercules GRIB dan Mardigu Wowo Bossman Komisaris BJB harap segera disudahi karena berpotensi membenturkan kepentingan bertameng rakyat Jabar,” ujarnya dalam keterangan tertulis, Rabu (1/5).

Ia menegaskan bahwa sistem pemerintahan daerah harus kembali kepada relnya—dipimpin oleh gubernur dan DPRD sebagai pemegang mandat konstitusional.

“Sistem pemerintahan daerah harus segera didudukkan dan dijalankan oleh gubernur/kepala daerah bersama DPRD sesuai dengan peraturan dan perundang-undangan yang berlaku di dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia.”

Tak hanya itu, Rahmat menyerukan agar kedua tokoh yang tengah berseteru segera menghentikan tensi politik ini.

“Saya menghimbau kepada Saudara Hercules GRIB dan Saudara Mardigu Wowo Bossman untuk dapat menahan diri dan segera melakukan rekonsiliasi,” katanya.

Kepada koleganya di DPRD, Rahmat pun mengajukan langkah strategis:

“Saya meminta kepada pimpinan DPRD Jabar agar segera turun tangan menata ulang relasi tata kelola pemerintahan Provinsi Jabar, sesuai dengan sistem pemerintahan daerah, mengacu kepada aturan perundang-undangan yang berlaku dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia.”

Sementara itu, Hercules tetap menunjukkan keyakinannya.

Anak buah saya hampir 500 ribu di Jawa Barat, dukung Dedi Mulyadi jadi gubernur karena kendaraannya Partai Gerindra karena presiden kita Pak Prabowo. Kami kerja (dukung) tidak ada yang membayar kami,” ucapnya.

Hercules pun meminta agar Dedi Mulyadi merangkul ormas dan mengajak mereka bersinergi bersama TNI dan Polri

Ucapan ini mengundang banyak tafsir—apakah dukungan ormas bisa dijadikan semacam “modal politik” untuk ditekan ke penguasa daerah?

Di sisi lain, posisi Mardigu sebagai Komisaris Utama bank milik daerah juga dipersoalkan. Ucapannya di ruang publik bisa berdampak luas pada kepercayaan pasar dan stabilitas keuangan daerah.

Jabar Tak Butuh Panggung Ego, Tapi Pegangan Nurani

Jawa Barat bukan panggung ormas. Bukan pula panggung bagi para motivator dengan jutaan pengikut media sosial yang bicara seolah pemilik legitimasi rakyat.

Baca juga : Gebyar Paten 2025: Pelayanan Publik Terpadu Lebih Dekat dengan Warga Karawang

Jabar adalah tanah silih asih, silih asah, silih asuh. Gemah ripah repeh rapih bukan sekadar syair kosong tapi pesan leluhur agar pemimpin tak main gertak, tak bicara atas nama rakyat jika hanya demi gengsi.

Kalau semua bicara mengatasnamakan rakyat, siapa yang sungguh-sungguh mau mendengarkan rakyat?

Jika ketegangan ini dibiarkan, bukan hanya sistem yang terganggu. Yang hilang bisa jadi adalah kepercayaan. Dan dari situ, demokrasi lokal bisa tergelincir ke dalam negara bayangan: di mana suara keras lebih berkuasa dari hukum, dan gengsi lebih penting dari kepentingan bersama.(*)

Persoona.id – Ketua Komisi I DPRD Provinsi Jawa Barat, Rahmat Hidayat Djati, menyoroti proses uji kompetensi dalam seleksi Jabatan Pimpinan Tinggi Pratama (JPT) yang tengah digelar oleh Pemerintah Provinsi Jawa Barat. Ia menegaskan bahwa penerapan merit system dalam manajemen Aparatur Sipil Negara (ASN) harus menjadi perhatian utama dalam proses seleksi tersebut.

Baca juga : SIGEULIS PISAN: Inovasi Literasi Kesehatan untuk Kader Posyandu di Karawang

Menurut politisi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) itu, dirinya tidak mempersoalkan sistem pengisian atau pola seleksi pejabat eselon II. Namun, ia menggarisbawahi pentingnya beberapa prinsip dasar dalam penempatan pejabat yang harus diperhatikan oleh Pemprov Jabar.

“Merit system yang telah dibangun selama ini harus benar-benar diperhatikan. Kinerja ASN sudah terekam dalam sistem, maka rekam jejak dan capaian mereka seharusnya jadi bahan pertimbangan utama,” ujarnya.

Rahmat juga menyoroti praktik “loncat dinas” yang kerap terjadi, yakni perpindahan pejabat dari satu dinas ke dinas lain yang tidak memiliki relevansi kompetensi atau pengalaman.

Jangan sampai hanya demi mengejar jabatan, ASN berpindah dari Dinas Pariwisata ke Dinas Pendidikan, lalu ke Badan Pendapatan, tanpa memperhatikan bidang keahliannya. Karier ASN harus mengikuti jalur kompetensi, bukan sekadar memenuhi persyaratan administratif,” tegasnya.

Ia pun mendorong agar seleksi JPT turut memperhatikan masukan dari pihak lokal, seperti dari para pensiunan atau pihak internal dinas yang bersangkutan, agar penempatan pejabat sesuai dengan kebutuhan dan kondisi di lapangan.

“Sebagai contoh, pengisian jabatan Sekretaris DPRD (Sekwan) sebaiknya mempertimbangkan juga pendapat dari Ketua DPRD. Ini penting agar harmonisasi lembaga bisa terjaga,” jelasnya.

Terkait peluang ASN daerah untuk mengikuti seleksi JPT Pemprov, Rahmat menyatakan dukungannya selama memenuhi kualifikasi yang dibutuhkan.

“Saya tidak keberatan dengan ASN dari daerah ikut seleksi, yang penting tetap menjunjung merit system, bukan berdasarkan kedekatan atau pertimbangan politis,” tuturnya.

Baca juga : Gebyar Paten 2025: Pelayanan Publik Terpadu Lebih Dekat dengan Warga Karawang

Di akhir pernyataannya, Rahmat berharap Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi dapat memimpin proses seleksi ini dengan transparan dan objektif, tanpa adanya kepentingan balas jasa politik.

“Semua ASN harus memiliki kesempatan yang sama berdasarkan kompetensi dan rekam jejak, bukan karena faktor kedekatan. Seleksi JPT harus bersih dari imbal balik politis,” pungkasnya.(*)

Persoona.id – Sebuah pabrik stirofoam (gabus sintetis) di Kawasan Industri Surya Cipta, Ciampel, Kabupaten Karawang, Jawa Barat, hangus setelah kebakaran pada hari Selasa.

Baca juga : Bupati Karawang Buka Musrenbang RPJMD 2025-2029 dan RKPD 2026: Menuju Karawang Maju dan Berdaya Saing

Kepala Bidang Pemadam Kebakaran dan Penyelamatan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Karawang Rohmat Ilyas mengatakan bahwa petugas langsung datang ke lokasi kejadian, PT Kemasan Cipta Utama, untuk melakukan pemadaman setelah pihaknya menerima informasi kebakaran di lokasi tersebut.

“Petugas datang ke lokasi kejadian sekitar 20 menit setelah menerima informasi kebakaran,” kata Rohmat Ilyas di Karawang.

Ilyas mengatakan bahwa pihaknya menurunkan tiga mobil pemadam kebakaran ke lokasi.

Pada awalnya, kata dia, pemadam kebakaran (damkar) setempat mengirim satu unit mobil pemadam kebakaran dengan kapasitas 5.000 liter dari markas komando.

Namun, setibanya di lokasi, api terlihat makin membesar. Oleh karena itu, pihaknya mengirimkan kembali dua kendaraan dengan satu unit mobil pompa dan kendaraan kapasitas 5.000 liter.

“Alhamdulillah kondisi kebakaran langsung bisa dikendalikan dan petugas segera melakukan pendinginan,” kata dia.

Baca juga : Gebyar Paten 2025: Pelayanan Publik Terpadu Lebih Dekat dengan Warga Karawang

Disebutkan api yang membakar bangunan di PT Kemasan Cipta Utama padam setelah 7 unit mobil pemadam kebakaran diturunkan ke lokasi. Damkar ini terdiri atas 3 unit mobil damkar dari Bidang Pemadam Kebakaran BPBD Karawang dan sisanya mobil damkar bantuan dari pihak swasta.

Ia mengaku tidak mengetahui pasti penyebab kebakaran itu.

“Meski peristiwa kebakaran itu pada hari kerja, alhamdulillah tidak ada korban jiwa,” ucapnya.(*)

Persoona.id – Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Karawang memberikan kebijakan pembebasan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2) hingga 100 persen untuk lahan sawah milik petani. Hingga awal April 2025, total nilai keringanan pajak yang diberikan mencapai Rp 49.575.033, yang langsung dirasakan manfaatnya oleh ratusan petani di Karawang.

Kebijakan pembebasan PBB-P2 lahan sawah Karawang ini disambut antusias para petani. Salah satunya, Mahmud (52), petani dari Kecamatan Rawamerta, menyebut bahwa program ini sangat membantu biaya operasional pertanian.

Baca juga : Gubernur Dedi Mulyadi Ancam Cabut Izin Tambang dan Tindak Pembakaran Batu Kapur Ilegal di Karst Karawang

Uang yang biasanya saya gunakan untuk bayar PBB, sekarang bisa saya alihkan untuk beli pupuk dan sewa traktor. Alhamdulillah, sangat membantu,” ujarnya, Jumat (25/4/2025).

Plt. Kepala Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Karawang, Sahali, mengatakan bahwa program ini merupakan inisiatif Pemkab Karawang untuk meringankan beban produksi petani, terutama di tengah fluktuasi harga pupuk dan hasil panen.

Program Khusus untuk Petani dengan Syarat Tertentu
Sahali menjelaskan, kebijakan pembebasan pajak ini diberikan kepada petani yang telah mengajukan permohonan dan lolos proses verifikasi administrasi dan kondisi lahan. Adapun kriteria petani yang berhak menerima manfaat program ini adalah:

  • Luas sawah tidak lebih dari 3 hektare per pemilik
  • NJOP (Nilai Jual Objek Pajak) Bumi antara Rp 27 ribu hingga Rp 82 ribu
  • Lahan aktif digunakan untuk kegiatan pertanian pangan seperti padi

“Program ini merupakan bentuk nyata komitmen daerah dalam menjaga keberlanjutan sektor pertanian sekaligus memperkuat ketahanan pangan lokal,” jelas Sahali.

Ia menambahkan bahwa program ini juga sejalan dengan kebijakan nasional dalam mendukung kesejahteraan petani dan ketersediaan pangan.

Bapenda Karawang Dorong Petani Lain Ajukan Permohonan
Sahali mengimbau para petani yang memenuhi syarat untuk segera mengajukan permohonan melalui kantor desa atau kecamatan setempat.

Baca juga : Fraksi PKB Desak Pemprov Jabar Masukkan Program Pesantren dalam RPJMD dan APBD

“Kami terus melakukan sosialisasi agar semakin banyak petani mengetahui dan memanfaatkan program ini,” ujarnya.

Pemerintah menargetkan perluasan manfaat hingga akhir tahun 2025, dengan penyederhanaan proses administrasi dan peningkatan informasi publik.(*)

Persoona.id Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi menegaskan komitmennya untuk menindak tegas segala bentuk pelanggaran lingkungan di kawasan karst Karawang, termasuk kegiatan tambang ilegal dan pembakaran batu kapur yang mencemari udara.

Pernyataan itu disampaikan saat Dedi meninjau langsung lokasi tambang PT Mas Putih Belitung, anak perusahaan dari PT Juishin Indonesia, yang beroperasi di Desa Taman Mekar, Kecamatan Pangkalan, Kamis (24/4/2025). Lokasi ini sebelumnya didemo warga karena diduga merusak lingkungan dan menimbulkan dampak buruk bagi masyarakat sekitar.

Baca juga : Fraksi PKB Desak Pemprov Jabar Masukkan Program Pesantren dalam RPJMD dan APBD

“Kami akan evaluasi. Jika melanggar undang-undang, izin tambangnya akan dicabut,” ujar Dedi Mulyadi.

Gubernur juga menyoroti praktik pembakaran batu kapur oleh warga yang tidak memiliki izin resmi. Menurut laporan pemerintah desa, terdapat puluhan lubang pembakaran aktif di wilayah tersebut yang memicu polusi udara parah.

“Asap hitam dari pembakaran batu kapur ini mencemari lingkungan dan membahayakan kesehatan masyarakat,” kata Dedi.

Ia menekankan bahwa penegakan hukum harus berlaku adil dan tanpa tebang pilih, baik terhadap pelaku usaha maupun masyarakat yang melakukan kegiatan merusak lingkungan.

“Kalau pengusaha ditindak karena merusak lingkungan, masyarakat juga harus ditegur jika melanggar. Semua harus ikut menjaga Karawang,” tegasnya.

Dalam kunjungannya, Dedi juga mengajak masyarakat dan pemerintah desa membangun komitmen bersama untuk memulihkan dan menjaga ekosistem kawasan selatan Karawang.

“Semua kerusakan lingkungan harus kita bereskan bersama-sama. Ini bukan hanya soal hukum, tapi soal masa depan,” katanya.

Baca juga : Pemkab Karawang dan Kejari Tandatangani Nota Kesepakatan Hukum Perdata dan TUN

Kawasan karst di Karawang dikenal sebagai daerah yang rentan terhadap kerusakan ekosistem akibat aktivitas penambangan. Pemerintah Provinsi Jawa Barat berencana melakukan kajian lanjutan untuk memastikan setiap aktivitas tambang dan industri berjalan sesuai aturan dan tidak membahayakan lingkungan jangka panjang.

Persoona.idMasalah sampah tidak hanya terjadi di kota besar, tapi juga di desa-desa, termasuk kawasan pantai seperti Desa Tanjungpakis, Kecamatan Pakisjaya, Kabupaten Karawang. Setahun lalu, warga dan nelayan di sana terbiasa membuang sampah, terutama botol plastik, langsung ke laut. Botol-botol plastik itu kemudian kembali terdampar di bibir pantai, mencemari area wisata yang kerap dikunjungi wisatawan. Tak hanya dari nelayan, sampah plastik juga dibuang sembarangan oleh wisatawan, membuat suasana pantai jadi kotor dan penuh sampah.

Baca juga : Fraksi PKB Desak Pemprov Jabar Masukkan Program Pesantren dalam RPJMD dan APBD

Masalah ini mulai teratasi setelah hadirnya program Bank Sampah. Warga kini mengumpulkan sampah plastik, sementara sampah kertas dibakar di tempat yang telah disiapkan. Program ini merupakan kerja sama Pertamina Hulu Energi Offshore North West Java (PHE ONWJ) dengan Kelompok Kerja Pemberdayaan Masyarakat Pesisir (KKPMP) Tanjungpakis.

Warga, yang sebagian besar adalah istri nelayan, aktif memilah sampah plastik dan nonplastik. Sampah botol air mineral 600 ml dan 1,5 liter menjadi yang paling bernilai, dijual hingga Rp 6.000 per kilogram. Botol ukuran 220 ml dihargai Rp 2.000–Rp 5.000/kg, tutup botol Rp 2.500/kg, dan ember plastik Rp 1.800/kg. Selama setahun terakhir, aktivitas ini menjadi sumber penghasilan tambahan, terutama saat hasil tangkapan nelayan menurun karena cuaca buruk. Ketua KKPMP, Sopyan Iskandar menjelaskan, sampah yang dikumpulkan berasal dari limbah rumah tangga dan industri kecil yang terbawa arus sungai ke pantai, serta sampah yang dibuang sembarangan oleh warga pesisir.

“Memang masih ada masyarakat pesisir yang buang sampah sembarangan. Padahal, wilayah pesisir tidak terjangkau oleh armada sampah dari Dinas Lingkungan Hidup,” ujarnya. Karena itu, warga berinisiatif membentuk Bank Sampah berbasis komunitas agar penanganan sampah lebih efisien dan murah. Kini, warga mulai terbiasa membuang sampah pada tempatnya.

Awalnya, pengelola Bank Sampah membagikan tempat sampah dan buku tabungan gratis ke 114 rumah. Setiap kepala keluarga menjadi nasabah. Dua kali seminggu, petugas dari KKPMP menjemput sampah dari rumah-rumah tersebut, lalu dipilah di tempat khusus. Sampah bernilai ekonomis dijual ke pengepul, sedangkan sisanya dimusnahkan. Hasil penjualan dibagi dua: sebagian untuk operasional, dan sisanya masuk ke tabungan nasabah. Warga bisa mencairkan tabungan kapan saja.

“Masyarakat senang karena dari perilaku buang sampah pada tempatnya ternyata bisa menghasilkan uang. Bahkan ada rumah yang dalam waktu tiga bulan sudah mengumpulkan saldo tabungan mencapai Rp 400 ribu,” kata Sopyan.

Baru jangkau beberapa RT Ia pun berharap program ini bisa diperluas. Saat ini, layanan Bank Sampah baru menjangkau beberapa RT saja. Sopyan juga ingin mengolah sampah lain, seperti eceng gondok dan limbah laut. “Di saluran irigasi banyak eceng gondok. Kami sudah studi banding melihat bagaimana tanaman ini bisa diolah jadi pengganti plastik. Kami juga ingin manfaatkan kerang berduri yang selama ini dibuang karena dianggap hama,” jelasnya. Rencana ini didukung oleh PHE ONWJ. Head of Communication, Relations & CID PHE ONWJ, R. Ery Ridwan mengatakan, program ini sejalan dengan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDG) nomor 12 dan 14.

Baca juga : Pemkab Karawang dan Kejari Tandatangani Nota Kesepakatan Hukum Perdata dan TUN

“Melalui program ini, kami berupaya mengurangi pencemaran laut akibat limbah plastik dan meningkatkan kualitas lingkungan pesisir. Kami percaya kolaborasi antara masyarakat dan sektor swasta bisa menghadirkan solusi inovatif,” ujar Ery. Ia berharap, program ini bukan hanya mengatasi sampah, tapi juga membuka peluang ekonomi baru bagi masyarakat. “Dengan melibatkan istri nelayan sebagai pemilah dan nelayan sebagai pengangkut sampah, kami ingin menciptakan lapangan kerja baru dan meningkatkan kesadaran tentang pentingnya pengelolaan limbah yang berkelanjutan,” katanya.(*)